Awal Kehidupan KH Muhammad Syifa’ dan Lingkungan Kacuk
NU MEDIA JATI AGUNG, – Pada kurun 1950-an, masyarakat Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang, mengenal sosok kharismatik KH Muhammad Syifa’. Warga mengakui kepakaran ilmunya dan menjadikannya tempat belajar mengaji.
Selain itu, KH Muhammad Syifa’ merupakan adik kandung KH Abdul Mu’thi dari Kasin, Malang. Ia menimba ilmu di Pondok Panji Buduran, Sidoarjo, dan menjalin persahabatan erat dengan KH Mohammad Said dari Ketapang, Kepanjen. Keduanya bahkan saling mewasiatkan agar siapa pun yang wafat lebih dulu, yang hidup harus menjaga keluarga yang ditinggalkan.
Pernikahan dan Lahirnya Generasi Penerus
Kemudian, pada usia 40 tahun, KH Muhammad Syifa’ menikahi Nyai Rohmah Noor, adik KH Umar Maksum dari Sidoarjo. Dari pernikahan itu lahirlah Kholifatuz Zahro dan Muhammad Kamal Fauzi.
Namun, perjalanan keluarga ini menghadapi ujian berat. KH Muhammad Syifa’ wafat pada 22 Desember 1954 dan meninggalkan amanah besar kepada Nyai Rohmah untuk melanjutkan perjuangan pendidikan agama.
Peran Nyai Rohmah Noor dalam Meneruskan Pengajian
Nyai Rohmah melanjutkan majelis pengajian yang dirintis suaminya. Santri tetap berdatangan, dan pada 1967 ia mendirikan Pondok Pesantren Nurul Ulum. Santri belajar di mushala kecil, lalu ia membangun bangunan sederhana berdinding gedhek (bambu).
Ia memulai pengajaran dengan sistem sorogan dan bandongan, lalu menerapkan sistem klasikal melalui Madrasah Diniyah pada 1977.
Kesederhanaan dan Keteguhan Nyai Rohmah Noor
Menurut putranya, Gus Fauzi, Nyai Rohmah menjual pakaian dan perhiasan untuk membeli material pembangunan pesantren. Ia menekankan istiqamah shalat berjamaah, qiyamul lail, dan keteguhan memegang ajaran agama kepada keluarga serta santri.
Santri yang dididik langsung olehnya menyebut sosok Nyai Rohmah sebagai figur tegas dan disegani. Ia memperlakukan anak kandung dan santri dengan cara yang sama dalam pendidikan agama.
“Anak kandung karo anak santri ora ono bedane, anggone aku ndungakno lan nasehati mernahno. Bedane mung mbatali kanggo santri lanang.”
Perkembangan Pesantren Nurul Ulum
Pesantren yang ia bangun berkembang dari bangunan bambu menjadi bangunan bertembok permanen. Ia memperluas area pesantren ke lahan sekitar yang semula berupa kebun salak.
Ia juga mendirikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah untuk memperluas pendidikan formal. Pada awal 1990-an, ia mewakafkan tanah pesantren agar umat bisa memanfaatkannya lebih luas.
Wafatnya Nyai Rohmah Noor dan Warisan Perjuangan
Nyai Rohmah wafat pada Rabu, 21 September 1994/15 Rabiul Akhir 1415 H. Setelah itu, anak-anak dan menantunya melanjutkan pengelolaan pesantren. KH Ahmad Suyuthi Dahlan (Gus Mad), menantu beliau, terkenal di Malang sebagai “kiainya para preman” lewat pembinaan Majelis Gubuk Bambu. Kini, cucu-cucu beliau juga melanjutkan perjuangan.
Pesantren Nurul Ulum Sebagai Pusat Pendidikan Malang Raya
Perjuangan Nyai Rohmah menjadikan Pondok Pesantren Nurul Ulum—atau yang lebih dikenal sebagai Pondok Kacuk—sebagai pusat pendidikan agama di Malang Raya. Pesantren ini menjadi bukti dedikasi ulama perempuan dalam membangun peradaban Islam di Indonesia.