Polda Lampung memperketat aturan pengawalan lalu lintas untuk mengedepankan prinsip humanisme, keselamatan, dan kelancaran. Personel tetap siaga di lokasi, namun penggunaan sirine dibatasi, sesuai arahan Kabid Humas Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun.
Perubahan Kultur Pengawalan
Bandar Lampung, NU Media Jati Agung– Polda Lampung menindaklanjuti arahan Kakorlantas Polri terkait pengawalan lalu lintas yang selama ini menjadi sorotan publik. Dalam evaluasi terbaru, Polri menekankan perubahan kultur dalam setiap kegiatan pengawalan.
Tujuannya, agar seluruh proses lebih humanis, profesional, dan tetap menjaga keselamatan serta kelancaran arus kendaraan.
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, menegaskan bahwa pengawalan kini berfokus pada prinsip keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas).
“Polri menegaskan pengawalan bukan sekadar tugas rutin, tetapi juga representasi wajah humanis Polantas di mata masyarakat,” ujarnya, selasa (23/9/2025).
Pembekuan Sementara Pengawalan
Untuk sementara, Polda Lampung membekukan pengawalan lalu lintas. Namun, personel tetap diperbolehkan siaga di lokasi BKO pejabat yang dikawal. Dalam kondisi darurat, pengawalan tetap berjalan sesuai standar operasional, tetapi tanpa penggunaan sirine maupun lampu rotator.
“Suara sirine hanya boleh dipakai pada kondisi krusial atau darurat, bahkan pada waktu sore dan malam hari diimbau untuk tidak digunakan sama sekali,” jelas Yuyun.
Selain itu, kebijakan ini memberi kesempatan bagi Polantas untuk menyesuaikan pola kerja agar lebih persuasif dan mengurangi kritik masyarakat terhadap tindakan arogan.
Humanisme sebagai Prioritas
Yuyun menekankan pentingnya senyum dan sikap ramah petugas sebagai bagian dari reformasi kultur pengawalan. Pendekatan ini menggantikan manuver berlebihan yang menimbulkan antipati masyarakat.
“Senyum petugas adalah marka utama, bukan manuver berlebihan yang menimbulkan antipati. Inilah bagian dari reformasi kultur yang sedang kita jalankan,” tegasnya
Polantas kini harus mengedepankan profesionalisme sekaligus humanisme. Polisi mewajibkan setiap pengawalan terhadap tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun tokoh adat dilaporkan kepada Kapolda untuk monitoring pimpinan.
“Prinsipnya, kehadiran polisi di jalan harus menjadi solusi, bukan menambah masalah. Tugas pengawalan adalah kehormatan, sehingga setiap personel wajib melaksanakannya dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab,” pungkas Yuyun.
Dampak Positif terhadap Kepercayaan Publik
Polri menekankan profesionalisme dan humanisme, sehingga berharap peran Polantas dalam pengawalan lalu lintas lebih dari sekadar menjaga kelancaran arus kendaraan. Polisi ingin langkah ini meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Kebijakan baru ini mendorong petugas mengubah perilaku dari pola agresif menjadi lebih persuasif dan komunikatif. Dengan demikian, setiap kehadiran polisi di jalan memberi solusi nyata bagi pengendara dan masyarakat.
Polda Lampung menegaskan bahwa reformasi kultur ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk menghadirkan layanan kepolisian yang lebih humanis, profesional, dan responsif terhadap kebutuhan publik. (Haris Efendi)