KH Muhammad Masthuro lahir di Sukabumi dan tumbuh sebagai ulama kharismatik yang berperan besar dalam dunia pendidikan Islam. Beliau mendirikan Pondok Pesantren Al-Masthuriyyah yang berkembang menjadi pusat ilmu dan dakwah di Jawa Barat. Selain itu, KH Masthuro juga aktif di Nahdlatul Ulama, terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, dan meninggalkan karya tulis keagamaan.
Perjalanan Hidup KH Muhammad Masthuro
NU MEDIA JATI AGUNG, – KH Muhammad Masthuro tokoh NU Sukabumi lahir di Kampung Cikaroya, Tipar, Sukabumi pada 1901. Sejak kecil ia belajar agama kepada ayahnya, Kamsol, yang bekerja sebagai amil desa. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan kepada sejumlah kiai di Sukabumi, di antaranya KH Asy’ari, KH Katobi, KH Hasan Basri, KH Muhammad Kurdi, KH Ghazali, KH Muhammad Sidiq, dan KH Ahmad Sanusi.
Selain berguru kepada para kiai tersebut, KH Masthuro juga menuntut ilmu kepada Al Habib Syekh Ibnu Salim Al Attas, guru besar para ajengan Sukabumi. Habib Syekh sangat menyayangi KH Masthuro hingga berpesan agar dimakamkan di sampingnya. Karena itu, keduanya kini bersemayam berdampingan di Pesantren Al-Masthuriyyah.
Keluarga dan Keturunan
Allah menganugerahi KH Masthuro dengan 13 putra dan putri. Dari pernikahan dengan Hj. Umi Kulsum, beliau mendapat enam orang anak. Kemudian, dari pernikahan dengan Hj. Hj. Rukiyah, beliau dikaruniai tujuh orang anak.
Anak-anak beliau melanjutkan perjuangan di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Mereka menjaga pesantren serta membina umat sesuai ajaran yang diwariskan KH Masthuro.
Mendirikan Pesantren Al-Masthuriyyah
KH Masthuro mendirikan Pondok Pesantren Al-Masthuriyyah di Sukabumi. Beliau mengajarkan ilmu agama dengan disiplin dan penuh kasih sayang. Pesantren ini tumbuh menjadi lembaga besar yang memadukan pengajaran kitab kuning dengan pendidikan formal.
Keluarga KH Masthuro mengembangkan Pesantren Al-Masthuriyyah dengan pesat. Mereka menjaga semangat persatuan keluarga sesuai wasiat beliau. Sampai sekarang, pesantren tersebut dikenal luas sebagai pusat pendidikan Islam modern yang tetap menjaga tradisi.
Peran dalam Politik dan Organisasi
KH Masthuro memilih Nahdlatul Ulama (NU) karena mempertimbangkan alasan rasional. Beliau melihat NU mampu menjaga tradisi Ahlussunnah wal Jamaah dan memperjuangkan kepentingan umat.
Beliau juga aktif di dunia politik. KH Masthuro pernah memimpin Partai Masyumi di Sukabumi, kemudian beralih ke NU setelah partai tersebut berdiri sendiri. Perannya menonjol dalam memperkuat posisi NU di Sukabumi.
Dalam perjuangan kemerdekaan, KH Masthuro ikut memimpin masyarakat melawan penjajah. Beliau menggerakkan para santri dan masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Karya Tulis KH Masthuro
KH Masthuro menulis beberapa karya keagamaan. Salah satu karyanya berjudul Kitab Ad-Durus al-Fiqhiyyah. Dalam kitab itu, beliau menjelaskan tata cara salat, wudu, tayamum, dan hukum-hukum fikih lain dengan bahasa sederhana agar mudah dipahami masyarakat.
Selain itu, KH Masthuro juga menulis buku doa dan amalan harian. Karya-karya tersebut membantu santri dan umat dalam mengamalkan ajaran Islam secara praktis.
Wafat dan Warisan
KH Masthuro wafat pada 11 November 1968 di Sukabumi. Masyarakat, santri, dan keluarga mengiringi kepergiannya dengan doa dan penghormatan. Beliau dimakamkan di kompleks Pesantren Al-Masthuriyyah, tempat beliau berjuang membina umat.
Warisan KH Masthuro tetap hidup hingga kini. Pesantren Al-Masthuriyyah terus mencetak santri yang berkiprah di berbagai bidang. Karya tulisnya menjadi rujukan, sementara keteladanannya menginspirasi generasi muda.
KH Masthuro meninggalkan pesan agar umat Islam menjaga persatuan, memperkuat pendidikan, dan tetap setia pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Nilai-nilai perjuangannya terus menjadi cahaya bagi masyarakat Sukabumi dan umat Islam Indonesia.