KH Moch Anwar dikenal sebagai ulama produktif asal Subang. Ia menulis ratusan karya, termasuk buku Ilmu Nahwu terjemahan Jurumiyah dan Imrithi. Ia lahir di Cikeuyeup pada 17 Mei 1924 dan wafat 24 Februari 2002.
Kiprah Intelektual KH Moch Anwar
Banyak santri pemula mengenal buku Ilmu Nahwu dengan sampul hitam yang memuat terjemahan kitab Jurumiyah dan Imrithi. Selain itu, buku tersebut hampir selalu hadir di tangan santri tingkat dasar. Oleh karena itu, karya itu menjadi pintu masuk penting bagi mereka untuk memahami ilmu nahwu.
Penulis buku tersebut adalah KH Moch Anwar. Ia berasal dari Desa Cikeuyeup, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang. Selain itu, ia lahir pada 17 Mei 1924 dari pasangan H Abdul Ghofur dan Hj Siti Komariyah.
Kemudian, perjalanan hidup KH Moch Anwar berakhir pada 24 Februari 2002. Ia wafat dengan meninggalkan warisan intelektual yang luas. Selanjutnya, keluarga dan masyarakat memakamkan beliau di makam Jati, Kecamatan Cisalak, Subang.
Latar Belakang dan Warisan
Sejak muda, KH Moch Anwar menekuni tradisi pesantren. Oleh karena itu, ia menumbuhkan semangat menulis yang kemudian menghasilkan banyak karya. Di sisi lain, karya-karyanya tidak hanya terbatas pada nahwu. Ia menulis ratusan kitab dan buku yang membantu perkembangan ilmu keislaman di kalangan santri.
Selanjutnya, kehadiran buku Ilmu Nahwu membuat proses belajar di pesantren lebih mudah. Terlebih lagi, para santri tingkat awal dapat memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai perantara. Akibatnya, kitab klasik dalam bahasa Arab bisa lebih cepat dipahami.
Kontribusi bagi Dunia Pesantren
KH Moch Anwar menempatkan dirinya sebagai ulama yang tidak berhenti menulis. Selain itu, ia menunjukkan dedikasi penuh dalam menyebarkan ilmu. Dengan demikian, karya-karyanya terus digunakan lintas generasi.
Misalnya, banyak pesantren di Jawa Barat hingga saat ini masih memakai buku-buku beliau. Sebaliknya, tanpa karya itu, para santri mungkin kesulitan memahami dasar-dasar ilmu nahwu. Karena itu, namanya terus harum di dunia pesantren.
Sosok yang Produktif
Meskipun hidup di desa, KH Moch Anwar tetap produktif berkarya. Selain itu, ia menyeimbangkan aktivitas mengajar dengan menulis. Kemudian, hasil tulisannya menjadi referensi penting di kalangan santri. Pada akhirnya, produktivitas itu melahirkan ratusan karya yang bertahan hingga sekarang.
Sementara itu, masyarakat Subang juga mengenangnya sebagai ulama yang sederhana. Selain itu, mereka menghargai keilmuan dan pengabdian beliau pada pendidikan Islam. Dengan demikian, jejak intelektualnya melekat kuat dalam ingatan kolektif warga.
Warisan yang Abadi
Hingga kini, buku Ilmu Nahwu dan karya lainnya tetap relevan. Oleh karena itu, generasi baru masih bisa mengakses ilmu yang beliau tulis. Akibatnya, pemikiran KH Moch Anwar terus hidup meski beliau sudah wafat.
Selain itu, tradisi menulis yang ia wariskan menjadi teladan. Selanjutnya, banyak santri terdorong untuk menulis kitab terjemahan maupun karya baru. Dengan demikian, semangat literasi di pesantren tetap tumbuh subur.
KH Moch Anwar bukan hanya ulama asal Subang. Selain itu, ia adalah sosok intelektual yang produktif. Ia menulis ratusan karya dan mengabdikan hidup untuk pesantren. Pada akhirnya, dedikasinya menjadikan beliau salah satu ulama yang berpengaruh di dunia pendidikan Islam.