NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 8, Juli 2025   |   ✍️ Editor
Ketua LTM PBNU Mokhamad Mahdum saat menjadi narasumber dalam Sarasehan Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) 2025 yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama di Jakarta, Selasa (8/7/2025).

JAKARTA, NU MEDIA JATI AGUNG, — Ketua Lembaga Takmir Masjid Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTM PBNU), KH Mokhamad Mahdum, menegaskan bahwa seluruh dana keagamaan yang dihimpun di masjid—termasuk zakat, infak, dan sedekah (ZIS)—wajib dikelola sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, terutama mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Penegasan ini ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam Sarasehan Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) 2025 yang digelar oleh Kementerian Agama di Jakarta, Selasa (8/7/2025). Dihadapan ratusan peserta sarasehan, Mahdum menyerukan pentingnya legalitas dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana umat.

“Semua aktivitas pengumpulan dan pendistribusian dana zakat harus memiliki dasar hukum. Tidak boleh sembarang menarik dana umat tanpa izin resmi,” tegasnya lantang.

Mahdum menyoroti Pasal 38 UU Zakat, yang menyebutkan ancaman sanksi pidana bagi siapa pun yang mengelola dana zakat tanpa otorisasi resmi. Ia menyebut, ini bukan sekadar urusan administratif, tetapi upaya perlindungan terhadap hak-hak mustahik serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap masjid.

Sebagai Wakil Ketua BAZNAS RI, Mahdum menyampaikan keprihatinannya atas minimnya kesadaran di kalangan pengurus masjid tentang pentingnya legalitas dalam mengelola zakat dan infak.

“Kita tak bisa lagi berdalih tidak tahu. Kini kita tahu, dan ini harus menjadi titik awal untuk perubahan pengelolaan dana umat secara profesional,” ujarnya.

Ia mendorong setiap masjid untuk segera membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang terdaftar resmi di BAZNAS. Langkah ini, menurutnya, bukan hanya menjamin dasar hukum yang kokoh, tetapi juga memudahkan proses pelaporan dan koordinasi.

“Silakan pilih jalurnya—melalui BAZNAS, LAZ, atau mendirikan UPZ di bawah masjid. Yang penting legal dan akuntabel,” tambahnya.

SDM Takmir Masjid Harus Siap Hadapi Tantangan Zakat

Lebih lanjut, Mahdum juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di lingkungan pengurus masjid. Ia menegaskan, kepercayaan publik sangat erat kaitannya dengan kredibilitas para pengelola masjid.

“Tak bisa kita bicara potensi zakat triliunan rupiah, sementara SDM-nya belum siap. Kredibilitas takmir adalah fondasi,” ucapnya.

Dalam paparannya, Mahdum juga mengangkat sebuah contoh praktik baik dari desa di Cimahi, Jawa Barat, yang berhasil mengumpulkan hingga Rp11 miliar dana sosial masyarakat tiap tahunnya. Keberhasilan itu, kata dia, dicapai berkat sistem rumpun dan SOP yang tertib.

“Bayangkan bila pola ini diadopsi masjid-masjid di seluruh Indonesia. Ini bukan sekadar wacana, tapi soal membangun sistem yang nyata,” tuturnya optimis.

Masjid: Dari Tempat Ibadah Menjadi Pusat Kesejahteraan Umat

Masjid, menurut Mahdum, memiliki posisi strategis di tengah masyarakat. Bila dikelola secara amanah dan profesional, masjid bisa menjadi episentrum layanan sosial, pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi umat.

“Masjid pada masa Rasulullah memiliki banyak fungsi. Kini saatnya kita menghidupkan kembali peran itu,” serunya.

Ia memperkirakan bahwa potensi zakat dari masjid di Indonesia bisa mencapai Rp50 triliun per tahun. Namun sayangnya, potensi tersebut belum tergarap maksimal karena rendahnya integrasi antara masjid, UPZ, dan sistem zakat nasional.

“Potensinya besar, tapi belum tergarap. Kita butuh sistem yang terkoneksi dan bersinergi,” pungkasnya.

Di akhir sesi, Mahdum berharap agar forum-forum seperti Sarasehan BKM dapat memperkuat sinergi antara pemerintah, pengurus masjid, dan lembaga zakat. Ia menyebut momentum ini sebagai langkah awal membenahi tata kelola keuangan umat secara menyeluruh.