NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

Abu Manshur al-Maturidi, Imam Aqidah Ahlussunnah Berpengaruh

Abu Manshur al-Maturidi

Profil Singkat Abu Manshur al-Maturidi

 

NU MEDIA JATI AGUNG, – Tokoh Abu Manshur al-Maturidi selalu sejajar dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai dua imam besar manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah. Para sejarawan seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir memang tidak banyak mengulasnya. Namun, murid-murid serta karya tulisnya sudah cukup membuktikan kehebatannya.

Karena itu, para pengikut memberinya gelar Rais Ahlussunnah (pemimpin Ahlussunnah) dan al-Imam al-Zahid (pemimpin zuhud). Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Mahmud, dikenal dengan Abu Manshur al-Maturidi.

Nasab dan Kelahiran

Manuskrip kitab at-Tauhid menegaskan bahwa Abu Manshur berasal dari keturunan sahabat Nabi, Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari. Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam Isyarat al-Maram juga menguatkan hal ini.

Ia lahir di desa Maturid, Samarkand (Uzbekistan), sekitar sebelum tahun 238 H. Pada masa itu, Asia Tengah berkembang sebagai pusat peradaban Islam. Imam al-Bukhari (w. 256 H) dan Imam Muslim (w. 261 H) hidup di era yang sama.

Corak Pemikiran Abu Manshur al-Maturidi

Tantangan Pemikiran pada Masanya

Setelah Khalifah al-Mutawakkil menolak ajaran Mu’tazilah pada tahun 234 H, pengikut sekte itu menyebar ke Asia Tengah. Sekte Qaramithah, ajaran Zoroaster, dan tradisi agama lama juga mengakar di wilayah tersebut. Letak Asia Tengah yang strategis sebagai jalur dagang dan budaya membuat beragam pemikiran bertemu di sana.

Dalam situasi itu, Abu Manshur tampil sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh. Ia melawan pemikiran yang menyimpang dengan argumentasi akal yang kuat melalui karya-karyanya.

Peran Akal dan Nash

Abu Manshur menyeimbangkan akal dan nash dalam membangun aqidah. Ia menegaskan bahwa agama dapat dikenali dengan wahyu dan akal. Namun, ia juga menetapkan bahwa akal harus tunduk pada Al-Qur’an dan Hadis yang sahih.

Dr. Abu Zahrah menjelaskan dalam Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah:

“Manhaj al-Maturidi memakai argumentasi nalar yang besar tanpa melampaui batas dan berlebihan. Sedangkan manhaj al-Asy’ari berpegang teguh dengan dalil Naql serta mengukuhkannya dengan nalar akal…”

Hubungan dengan Imam al-Asy’ari

Beberapa perbedaan pemikiran memang muncul antara golongan al-Maturidi dan al-Asy’ari. Misalnya, soal status iman orang yang taqlid. Akan tetapi, perbedaan itu tidak membuat keduanya saling menyesatkan. Musthalah ad-Din al-Kastali mencatat.

“Para ulama ahli tahqiq dari dua golongan tidaklah menisbatkan bid’ah dan sesat kepada satu sama lain.” (Hasyiyah al-Kastali ala ‘Aqaid an-Nasafiyyah).

Karya-Karya Abu Manshur al-Maturidi

Beliau menulis banyak kitab penting, di antaranya:

at-Tauhid

Syarh al-Fiqh al-Akbar

Bayan Wahm al-Mu’tazilah

Radd al-Ushul al-Khamsah

Ta’wilat Ahlus Sunnah (tafsir)

al-Jadal (ushul fiqh)

Karya-karya ini memperlihatkan keahliannya di bidang aqidah, tafsir, dan ushul fiqh dalam tradisi mazhab Hanafi.

Sanad Keilmuan dan Murid-Murid

Guru Abu Manshur

Ia berguru kepada Abu Bakar Ahmad al-Juzjani, Abu Nashr Ahmad al-‘Iyadh, Nushair bin Yahya al-Balkhi, dan Muhammad bin Muqatil ar-Razi. Rantai sanad ini bersambung hingga murid-murid Imam Abu Hanifah.

 

Murid Terkenal

Beberapa muridnya yang masyhur antara lain:

Abu Qasim as-Samarkandi (w. 342 H)

Ali ar-Rustaghni (w. 350 H)

Abu Muhammad Abdul Karim al-Bazdawi (w. 390 H)

Kedudukan beliau begitu tinggi hingga gurunya, Abu Nashr Ahmad al-‘Iyadh, tidak pernah membuka majelis sebelum kehadirannya.

Akhir Hayat Abu Manshur al-Maturidi

Abu Manshur wafat pada tahun 333 H di usia sekitar 100 tahun dan dimakamkan di Samarkand. Pada nisannya, muridnya Abu Qasim as-Samarkandi menulis:

“Ini adalah makam tokoh yang telah mencapai berbagai keilmuan dalam setiap nafasnya. Ia telah menghabiskan masanya untuk menyebarkan ilmu. Terpujilah jejak langkahnya dalam membela agama serta dipetiklah buah karya dari seluruh umurnya.”