NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 26, Agustus 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

Latar Belakang Kelahiran Al-Qadhi Iyadh

NU MEDIA JATI AGUNG, – Bulan Sya’ban menjadi momen penting dalam sejarah Islam. Selain berfungsi sebagai persiapan menyambut Ramadhan, bulan ini juga menghadirkan kelahiran seorang ulama besar dengan penguasaan multidisipliner, yaitu Al-Qadhi Iyadh.

Bagi kalangan santri, nama Al-Qadhi Iyadh tentu tidak asing. Hal ini karena kitab-kitab fiqih dan hadits sering menyebutnya sebagai rujukan utama. Walaupun ia dikenal sebagai seorang ulama bermadzhab Maliki, kepakarannya justru lebih menonjol dalam bidang hadits dan ilmu-ilmu terkait.

Nama lengkap beliau adalah ‘Iyadh bin Musa bin ‘Iyadh bin ‘Imrun bin Musa bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Musa bin ‘Iyadh al-Yahshubi al-Andalusi al-Maliki. Ia lahir di kota Sabtah (kini Ceuta, Spanyol) pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 476 H.

Terkait wafatnya, para ulama berbeda pendapat. Menurut sebagian riwayat, ia wafat pada bulan Ramadhan tahun 544 H. Namun, ada pula yang menyebutkan ia meninggal di Marrakech pada bulan Jumadil Akhir. Putranya, Al-Qadhi Muhammad, menegaskan bahwa ayahnya wafat pada malam Jumat, 9 Jumadil Akhir. Beberapa riwayat menyatakan beliau meninggal karena diracun. Sementara itu, menurut adz-Dzahabi, beliau wafat setelah ditusuk tombak akibat menolak pengakuan kemaksuman Ibnu Tumart, pendiri gerakan Al-Muwahhidin yang mengklaim dirinya Imam Mahdi.

Masa kehidupan Al-Qadhi Iyadh dapat disebut penuh ujian. Sebab, banyak ulama besar wafat pada era itu, di antaranya ahli syair Al-Qadhi Abu Bakar Ahmad bin Muhammad, pakar sanad Abul Mahasin As’ad bin Ali, hingga ahli hadits Halb Abul Hasan Ali bin Sulaiman al-Muradi al-Qurthubi.

Pendidikan dan Semangat Menuntut Ilmu

Sejak kecil, Al-Qadhi Iyadh menunjukkan semangat besar dalam menuntut ilmu. Pada usia 13 tahun, ia meninggalkan kota Sabtah menuju Cordoba, Andalus, demi memperdalam pengetahuan agama. Perjalanan itu terjadi pada tahun 509 H.

Di Cordoba, ia berguru pada hampir 100 ulama lintas disiplin. Beberapa di antaranya adalah Abul Hasan bin Siraj, Abu Abdillah Muhammad bin Hamdain, Abu Muhammad bin Attab, Al-Qadhi Abu Bakr ibn al-Arabi, Abu Ali al-Ghasani, dan Abu at-Thahir Ahmad ibn Muhammad as-Salafi. Dari mereka, ia menguasai fiqih, hadits, nahwu, sastra, ilmu nasab, dan berbagai disiplin lain. Bahkan, ia memahami fiqih lintas mazhab.

Ketika memasuki usia 30 tahun, Al-Qadhi Iyadh kembali ke Maghrib untuk melanjutkan studi dengan para ulama setempat. Reputasinya semakin tinggi hingga masyarakat mempercayainya menjadi qadhi (hakim). Pada tahun 531 H, ia pindah ke Granada dan diangkat menjadi hakim pada 532 H.

Murid dan Karya Besar

Dedikasi Al-Qadhi Iyadh melahirkan banyak ulama terkemuka. Di antaranya Imam Abdullah bin Muhammad al-Asyiri, Abu Ja’far al-Qashir al-Gharnati, Al-Hafidz Khalaf bin Basykuwal, dan putranya sendiri, Al-Qadhi Muhammad bin Iyadh.

Karya tulisnya sangat produktif dan mencakup banyak bidang. Beberapa karyanya antara lain:

  • Tafsir Gharibul Hadis al-Muwatha’ wal Bukhari wa Muslim

  • At-Tanbihatul Mustanbathah fi Syarhi Musykilatul Mudawwanah

  • Al-Maqashidul Hisan fi Ma Yalzamul Insan

  • Al-I’lam bi Qawa’idil Islam

  • Al-Ilma’ fi Dhabtir Riwayah wa Taqyidis Sima’

  • Sirrus Surrah fi Adabil Qudhat

  • Bughyatur Ra’id lima Tadhammanahu Hadis Ummu Zar’ minal Fawa’id

  • Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik li Ma’rifah A’lami Mazhab Malik

  • Ikmalul Mu’allim fi Syarh Shahih Muslim

  • As-Saiful Maslul ‘ala Man Sabba Ashhabar Rasul

Deretan karya ini menunjukkan kapasitas Al-Qadhi Iyadh sebagai ulama multidisipliner yang menguasai banyak cabang ilmu sekaligus.

Komentar Ulama Tentang Al-Qadhi Iyadh

Ibnu Khalkian

“Ia ulama luas ilmu, taat beragama, lemah lembut, dan ahli qira’ah sab’ah. Ia juga menguasai hadits, ushul fiqih, nahwu, sastra Arab, dan fiqih lintas mazhab.”

Al-Faqih Muhammad bin Hamaduh as-Sabti

“Di Ceuta, tidak ada ulama yang mampu menandingi karya Al-Qadhi Iyadh dalam jumlah maupun kualitas. Ia bahkan ikut diskusi sejak usia 28 tahun dan sudah menjadi hakim di usia 35 tahun.”

Al-Qadhi Syamsuddin

“Qadhi Iyadh adalah imam ahli hadits pada zamannya. Ia menguasai nahwu, bahasa, dialek Arab, serta ilmu hari dan nasab.”

Komentar-komentar ini menegaskan reputasi Al-Qadhi Iyadh sebagai ulama besar dengan kapasitas intelektual tinggi sekaligus pribadi yang religius dan produktif.