
Latar Belakang KH Ali Maksum
NU MEDIA JATI AGUNG, – KH Ali Maksum lahir di Lasem, Jawa Tengah, pada tahun 1915. Ia merupakan putra KH Maksum Ahmad, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), dengan Nyai Hj. Nuriyati. Sejak muda, Kiai Ali mendapat pendidikan agama dari para ulama terkemuka, termasuk Syekh Dimyathi Tremas di Pacitan. Ia juga menantu KHM Munawwir Krapyak, seorang ahli Al-Qur’an yang sangat disegani.
Setelah menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Makkah, Kiai Ali kembali ke Indonesia pada tahun 1941. Sejak itu, ia fokus menekuni bidang tafsir yang diwarisinya dari Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki al-Hasani dan Syekh Umar Hamdan.
Mengembangkan Pesantren Krapyak
Tiga Serangkai Penggerak Pesantren
Pada 1942, setelah wafatnya KHM Munawwir, KH Ali Maksum berperan besar dalam mengembangkan Pesantren Krapyak bersama KHR Abdul Qadir Al-Munawwir dan KHR Abdullah Afandi Munawwir. Ketiganya kemudian dikenal dengan sebutan “Tiga Serangkai”.
Perjuangan ini tidak mudah karena berlangsung pada masa pendudukan Jepang hingga revolusi kemerdekaan. Namun, dengan kegigihan, Pesantren Krapyak mampu bertahan dan berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Indonesia.
Peran KH Ali Maksum dalam NU dan Politik Kebangsaan
Pengawal Khittah NU 1926
Sejak 1955, Kiai Ali aktif membangun kekuatan struktural dan kultural NU, terutama di Yogyakarta dan Jawa. Ia menargetkan generasi muda, kalangan akademisi, politisi, dan masyarakat pinggiran.
Pada masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru, Kiai Ali tampil sebagai pengawal Khittah NU 1926. Langkah ini ia ambil demi menjaga NU dari kepentingan politik praktis. Pada periode 1981–1984, ia dipercaya menjabat sebagai Rais Aam PBNU, sekaligus menjadi pelopor modernisasi pesantren, ulama, dan organisasi NU.
Pandangan tentang Pemerintahan dan Persatuan Bangsa
Menurut Greg Fealy dalam Ijtihad Politik Ulama (1998), NU melalui KH Ali Maksum menetapkan presiden, pemerintah, dan parlemen pasca-kemerdekaan sebagai waliyul amri dlaruri bissyaukah, yaitu otoritas yang sah dan wajib dipatuhi. Sikap ini diambil untuk menjaga persatuan bangsa, terutama menghadapi gerakan Darul Islam.
Kiai Ali memahami bahwa para pendiri NU sebelumnya telah berupaya menggabungkan hukum agama, ideologi politik, dan kepentingan umat demi kemaslahatan bangsa. Karena itu, ia melanjutkan usaha tersebut secara sistematis melalui dakwah dan pendidikan modern.
Upaya Membangun Kerukunan Umat
Ukhuwah sebagai Landasan Sosial
Pada dekade 1970–1980-an, Kiai Ali menekankan pentingnya kerukunan antarumat beragama. Zuhdi Mukhdlor (1989) mencatat bahwa Kiai Ali mendorong ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seiman), ukhuwah basyariyah (kemanusiaan), dan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan).
Kiai Ali menegaskan agar umat Islam tidak memperuncing masalah khilafiyah dan lebih fokus memperluas cakrawala keilmuan demi kemajuan bangsa. Ia menyampaikan gagasan tersebut secara langsung dalam pokok pikirannya pada 11 Desember 1980.
Pandangan terhadap Pemerintah
Pada 1973–1974, ketika kontroversi RUU Perkawinan muncul, KH Ali menyampaikan pandangannya kepada Presiden Soeharto agar pemerintah menjamin hak beragama umat Islam sesuai Pancasila. Ia juga menasihati pers supaya tidak menyebarkan berita palsu, isu meresahkan, dan ujaran kebencian. Semua langkah itu ia lakukan untuk menjaga martabat bangsa.
Dukungan terhadap Pancasila
Pidato di Munas Alim Ulama 1983
Pada Munas Alim Ulama NU di Situbondo tahun 1983, KH Ali Maksum menegaskan bahwa Pancasila dan UUD 1945 tidak bertentangan dengan agama. Ia menekankan agar umat Islam memahami Pancasila bukan hanya dari sudut pandang agamis, tetapi juga filosofis.
Sikap itu membuat masyarakat mengenal Kiai Ali sebagai ulama yang mampu menyatukan NU, umat Islam, dan pemerintah dalam semangat kebangsaan. Ahmad Athoillah (2019) bahkan menyebut Kiai Ali sebagai “bintang NU” pada era pasca-1970-an.
Warisan Pemikiran dan Nilai-Nilai Karakter Bangsa
KH Ali Maksum wafat pada 7 Desember 1989. Ia mewariskan nilai-nilai akhlak dan moral yang membentuk karakter bangsa Indonesia.
Dalam pendidikan dan dakwahnya, Kiai Ali menanamkan nilai iman, ketakwaan, kejujuran, disiplin, tanggung jawab, toleransi, persatuan, gotong-royong, musyawarah, patriotisme, hingga kerja keras. Semua nilai itu mencerminkan semangat Pancasila dan memperkuat fondasi karakter bangsa.
Berita Terpopuler
- Wagub Lampung Jihan Nurlela Tinjau Pasar Murah Muslimat NU di Natar
- PPRQ Metro Gelar Harlah ke-24 Teguhkan Komitmen Santri
- Curanmor Teror Jati Agung: Enam Motor Hilang, CCTV Tak Efektif
- KH Bisri Syansuri (3-Habis): Bahtsul Masail Sampai Tua, Kewafatan, dan Kesaksian Tokoh
- Rohana Kudus, Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Pejuang Kesetaraan Perempuan