NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

5.000 Anak Keracunan, Pemerintah Janji Perbaiki Program MBG

anak keracunan MBG

Kasus keracunan akibat makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencuat lagi. Hingga pertengahan September 2025, sedikitnya 5.360 anak menjadi korban di berbagai daerah. Pemerintah berjanji memperbaiki tata kelola program tersebut.

Gelombang Kasus Keracunan Anak

JAKARTA, NU.MEDIA JATI AGUNG, – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melaporkan kasus keracunan massal terus meluas. Hingga pertengahan September 2025, organisasi ini mencatat 5.360 siswa terdampak di banyak wilayah.

“Itu hanya sebagian yang kami temukan, masih banyak korban yang ditutupi oleh pemerintah,” ujar Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, Sabtu (20/9/2025).

Selain itu, Ubaid mengungkapkan banyak orang tua dipaksa diam. Di Brebes, misalnya, wali siswa harus menandatangani pernyataan agar tidak mengadu ketika anaknya keracunan. Selanjutnya, di sejumlah daerah lain, orang tua juga tidak boleh menyampaikan keluhan kepada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Kritik Keras atas Tata Kelola

Menurut Ubaid, praktik semacam itu menunjukkan lemahnya tata kelola Badan Gizi Nasional (BGN). “Kalau keracunannya hanya di satu kabupaten atau kota, mungkin itu soal teknis. Tapi ini sudah ribuan anak yang menjadi korban. Itu cukup sebagai landasan MBG harus dievaluasi total,” tegasnya.

Dengan demikian, Ubaid menilai program yang seharusnya menyehatkan justru mengancam. “Kami sebagai manusia yang memiliki hati nurani diketuk, ada anak yang lagi belajar lalu tiba-tiba masuk ke IGD karena keracunan. Pak Presiden, jangan sekali-kali bermain dengan nyawa anak generasi emas Indonesia,” ujarnya.

Ia pun mendesak Presiden Prabowo Subianto menghentikan sementara MBG serta mengevaluasi program itu secara menyeluruh. “Kami berharap presiden jangan main-main dengan nyawa anak, karena presiden sebagai pimpinan tertinggi di negara ini, harusnya mendengarkan suara anak-anak, mendengarkan suara orang tua,” tambahnya.

Pemerintah Sampaikan Permintaan Maaf

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi merespons kritik publik. Ia menyampaikan permohonan maaf atas kasus yang kembali terjadi. “Kami atas nama pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah. Tentu saja ini bukan sesuatu yang kita harapkan,” kata Prasetyo di Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Selanjutnya, Prasetyo menegaskan pemerintah memusatkan perhatian pada dua hal penting. Pertama, pemerintah memastikan penanganan cepat bagi korban. Kedua, pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh agar kasus serupa tidak berulang. “Konsep yang sekarang dijalankan BGN itulah yang dianggap pemerintah paling baik untuk saat ini. Bahwa masih ada catatan, itu kita akui, dan kami berkomitmen memperbaikinya,” jelasnya.

Komitmen Perbaikan dan Sanksi

Selain itu, Prasetyo menyatakan pemerintah tidak akan segan memberi sanksi. Ia menegaskan sanksi akan dijatuhkan bila ditemukan kelalaian atau pelanggaran SOP. Namun, ia menekankan sanksi tersebut tidak boleh menghambat kelanjutan program.

Oleh karena itu, pemerintah berusaha menyeimbangkan antara keberlanjutan program dan perlindungan anak. Selanjutnya, pemerintah menyiapkan langkah korektif agar MBG berjalan sesuai standar.

Deretan Kasus Keracunan

Kasus keracunan MBG bukan kali pertama terjadi. Pada 27–28 Agustus 2025, sebanyak 446 siswa di Kabupaten Lebong, Bengkulu, mengalami mual, muntah, serta diare. Kemudian pada 16 September 2025, 146 santri Pondok Pesantren Al Madina di Banjarnegara, Jawa Tengah juga keracunan dengan gejala serupa.

Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat data mengejutkan. Per 9 September 2025, sebanyak 4.755 anak dari 14 provinsi menjadi korban. Sebagian anak harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

Evaluasi Menyeluruh Jadi Tuntutan

Pada akhirnya, berbagai pihak menilai evaluasi menyeluruh wajib dilakukan. Kritik keras dari JPPI dan laporan KPAI menambah desakan publik. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa menunda langkah perbaikan.

Dengan demikian, nasib generasi muda bergantung pada komitmen negara. Anak-anak seharusnya menerima makanan sehat, bukan ancaman keracunan. Selanjutnya, publik menunggu langkah nyata pemerintah.

Gelombang kasus keracunan akibat program MBG menimbulkan keresahan nasional. Di satu sisi, JPPI dan KPAI mendesak evaluasi total. Di sisi lain, pemerintah berjanji memperbaiki tata kelola serta menindak pihak yang lalai.

Dengan demikian, tanggung jawab penuh ada di tangan negara. Akibatnya, publik menunggu bukti komitmen, bukan sekadar janji.