NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

Surat-surat Ajengan Fadil Sebelum NU Tasikmalaya Berdiri

Korespondensi Ajengan Fadil dengan Ulama NU Sebelum Berdirinya Cabang Tasikmalaya

Jawa Barat, NU Media Jati Agung– Pada masa awal berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), para kiai di berbagai daerah berkomunikasi melalui surat.

Surat-surat Ajengan Fadil sebelum berdirinya NU Tasikmalaya menunjukkan hubungan keilmuan yang kuat antara ulama Jawa Barat dan para pendiri NU di Jawa Timur.

Statuten NU menjelaskan bahwa seseorang atau sekelompok orang yang belum mendirikan cabang tetapi ingin terhubung dengan NU dapat mengirim surat ke cabang terdekat.

Jika mereka belum menemukan cabang di wilayahnya, mereka dapat langsung berkorespondensi dengan HBNO atau Pengurus Besar NU di Surabaya.

Awal Berdirinya Cabang NU di Jawa Barat

Sejarawan NU, Choirul Anam, menyebutkan bahwa pada tahun 1929, tepatnya saat Muktamar NU di Semarang, Jawa Barat telah memiliki 13 cabang.

Namun, ia tidak memaparkan secara rinci nama-nama cabang tersebut. Fakta ini memperlihatkan bahwa hanya beberapa tahun setelah NU berdiri di Surabaya, para kiai berhasil menumbuhkan banyak cabang di wilayah Jawa Barat.

Jauh sebelum 1929, para kiai di Jawa Barat sudah menjalin hubungan dengan para pendiri NU di Jawa Timur melalui surat.

Salah satunya, Ajengan Fadil dari Tasikmalaya menulis surat kepada redaksi Swara Nahdlatoel Oelama untuk menjalin komunikasi keilmuan.

Isi Surat Ajengan Fadil kepada KH Wahab Hasbullah

Ajengan Fadil menanyakan awal pelaksanaan puasa Ramadan dalam suratnya. Ia menulis surat kepada KH Wahab Hasbullah dengan nada sopan dan penuh keilmuan.

Berikut ini isi surat Ajengan Fadil sebagaimana laporan Swara Nahdlatoel Oelama:

“Saya (KH Wahab Hasbullah) mendapatkan surat dari saudara saya, almukarrom Kiai Fadil Tasikmalaya. Isi suratnya menjelaskan bahwa di Tasikmalaya mulai melaksanakan puasa pada hari Rabu. Bagaimana hukumnya orang yang melakukan puasa pada hari Kamis berdasarkan i’timad dari ahli hisab.

Tetapi yang melakukan puasa pada hari Kamis itu sebagain setengah dari penduduk Tasikmalaya setelah melihat majalah NU nomor 6 dan juga di majalah NU Nomor 7 dari Riyadlah Atthalabah, di dalam majalah itu menerangkan bahwa permulaan puasa pada hari Kamis dan hari raya hari Jumat, maka puasa hanya dilakukan 29 hari.

Apakah yang demikian itu wajib melakukan qadha atau tidak? Pertanyaan saya ini semoga bisa segera dibalas. Jangan sampai tidak dibalas. Karena ada kiai yang mewajibkan melakukan qadha. Saya minta keterangan dari kitab, saya juga menjawab bahwa yang puasa sejak hari Kamis dan tidak wajib qadla.

Ucapan kyai yang mewajibkan qadha sebab tidak menurut awalnya Ramadhan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah: ucapan saya tidak wajib qadha berawal dari tasdiq dari ahli hisab sehingga tadi bulan hanya 29 hari sedang tersebut dalam kitab-kitab orang yang tasdiq terhadap ahli hisab wajib atau boleh melakukan dan juga tersebut dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 109 maka yang melakukan puasa mulai hari Kamis dengan beriktikad jazem terhadap kebenaran ahli hisab.”
(Alhaqir Fadil Ibnu Ilyas Tasikmalaya)

Jawaban KH Wahab Hasbullah kepada Ajengan Fadil

KH Wahab Hasbullah menulis penjelasan panjang dalam surat balasannya. Ia berusaha menenangkan hati Ajengan Fadil dan mencegah munculnya perdebatan di tengah masyarakat.

“Saya Abdul Wahab berkata: menurut jawaban soal saudara Kiai Fadil yaitu sudah ada keterangan-keterangan di atas tadi. Akan tetapi, tidak menjadi persoalan saya tambahi lagi dengan keterangan sehingga Saudara Kiai Fadil pikiranya tuma’ninah/tenang di belakang, selamat tidak terjadi fitnah.

Tidak kuatir Kiai Fadhil keberadaan keterangan di beberap kitab seperti dalam kitab Safinatun Najah. Jadi, penting sekali bagi orang yang tasdiq terhadap hisab itu wajib melakukan apa itu keterangan hisab dzalikal hisab.

Yang jelas ahli hisab sudah meyakinkan terhadap hasil hisabnya. Jadi, Ramadhan tahun 1346 H itu hanya 29 hari.

Dan awal puasanya hari Kamis sudah jelas tidak ada kekurangan apa-apa: seumpamanya ingin mengqadla yaitu mengqadla hari yang yang bulan apa, orang yang sebulan Ramadhan dilakukan puasa semuanya.

Keberadaan bulan yang hanya 29 hari itu sudah tetap dari dawuhipun (perkataan) rasulullah SAW (asyyahru hakadza hakadza) yakni 30 hari, sesekali tingkatan 29 hari dalam tingkatan yang lain.

Pada masalah sebulan Rasulullah berkata (sesungghuhnya Ramadhan itu 29 hari) dan perkataan lagi ( bulan itu 29 malam) keterangan dalam hadits Bukhori dan lagi Rasulullah sudah berkata (Islam dibangun atas lima perkara) hingga perkataan (puasa romadhan) tidak menggunakan perkataan 30 hari.

Jadi jawabanya sudah puasa sebulan Ramadhan sempurna sudah cukup sama dengan bulan (30 hari) atau (29 hari).”

Makna Surat-Surat Ajengan Fadil bagi Sejarah NU Tasikmalaya

Surat-surat Ajengan Fadil tidak hanya memuat pertanyaan keagamaan. Lebih dari itu, surat tersebut menunjukkan semangat ulama daerah yang aktif menjalin hubungan intelektual dengan para ulama pendiri NU.

Para ulama menggunakan komunikasi melalui surat sebagai jembatan penting untuk menyebarkan paham Ahlussunnah wal Jamaah di Jawa Barat sebelum mereka mendirikan cabang NU di Tasikmalaya.

Melalui korespondensi ini, para ulama terus menghidupkan dan mengembangkan nilai-nilai keilmuan serta ukhuwah. Mereka menandai awal berdirinya NU Tasikmalaya beberapa tahun kemudian dengan semangat kebersamaan dan keilmuan yang kuat. (ARIF)