
Bulog Tanggapi Temuan Ombudsman
JAKARTA, NU MEDIA JATI AGUNG, — Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menegaskan bahwa beras impor yang menumpuk bukan berasal dari gudang Bulog. Ia menyampaikan hal itu usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, Kamis, 21 Agustus 2025.
Menurut Ahmad, kondisi beras yang Ombudsman temukan bisa terjadi karena penyimpanan tidak sesuai standar. Oleh karena itu, ia menekankan perbedaan jelas antara sistem gudang Bulog dan ritel. Di gudang Bulog, beras selalu menggunakan palet sehingga terjaga kualitasnya. Sementara itu, di ritel, beras yang diletakkan tanpa palet menempel langsung ke lantai, sehingga berpotensi mengalami perubahan kualitas.
“Kalau di gudang Bulog beras terpelihara dengan baik, pakai palet. Namun, mungkin yang Ombudsman lihat itu sudah ditempatkan di ritel tanpa landasan, sehingga dingin dari lantai langsung mengenai beras,” ujarnya.
Penyimpanan Beras dan Standar Gudang
Selain itu, Ahmad menambahkan bahwa penyimpanan di ritel juga sangat memengaruhi kualitas. Ia menekankan bahwa keberadaan pendingin ruangan dapat mengubah kondisi beras meskipun kemasan masih tertutup rapat.
“Ritel pakai AC, dan hal itu berpengaruh terhadap beras walaupun tetap berada di dalam kemasan,” katanya.
Selanjutnya, ia memaparkan data stok beras Bulog. Berdasarkan catatan, stok usia simpan satu bulan mencapai 318.996 ton. Kemudian, stok usia dua hingga tiga bulan mencapai 1,06 juta ton. Sementara itu, stok usia empat hingga enam bulan berjumlah 1,33 juta ton. Adapun stok beras tujuh hingga dua belas bulan mencapai 993 ribu ton, sedangkan beras lebih dari satu tahun masih tersimpan sebanyak 194 ribu ton.
Bulog Pastikan Kualitas Beras Layak Konsumsi
Ahmad kemudian memastikan bahwa sisa beras dari pengadaan tahun lalu tergolong wajar dalam sistem pergudangan. Meskipun demikian, ia menegaskan beras tetap layak konsumsi karena Bulog selalu menerapkan standar ketat.
“Kami wajibkan seluruh kepala gudang mengecek beras sebelum distribusi. Oleh karena itu, beras harus dibersihkan dan difumigasi supaya bebas kuman, hama, atau kutu. Dengan demikian, beras berkualitas tetap sampai ke masyarakat,” jelas Ahmad.
Selain itu, ia juga menambahkan langkah antisipasi terhadap beras rusak. “Kalau ada beras tidak layak, kami pisahkan, lalu kami kumpulkan, kemudian kami laporkan ke Bapanas. Setelah itu, kami ikuti arahan selanjutnya,” ujarnya.
Temuan Ombudsman soal Beras Impor
Sementara itu, Ombudsman sebelumnya menyoroti adanya beras impor tahun lalu yang masih berada di gudang Bulog. Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika bahkan menegaskan bahwa sebagian beras sudah berusia lebih dari satu tahun sejak Februari 2024.
“Sebagian beras di Bulog itu impor tahun lalu. Karena sudah berumur lebih dari satu tahun, otomatis berbau apek,” kata Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jumat, 8 Agustus 2025.
Menurut Yeka, masyarakat sebenarnya masih bisa mengonsumsi beras berbau apek setelah Bulog memproses ulang. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa regulasi melarang penggunaan beras apek sebagai bahan baku perdagangan.
“Kalau bau apek masih bisa diolah. Oleh karena itu, masyarakat tetap bisa konsumsi. Namun aturan jelas melarang proses ulang untuk beras apek. Akibatnya, stok beras yang seharusnya tersedia sebagai pasokan justru berkurang,” ungkapnya.
Berita Terpopuler
- Wagub Lampung Jihan Nurlela Tinjau Pasar Murah Muslimat NU di Natar
- PPRQ Metro Gelar Harlah ke-24 Teguhkan Komitmen Santri
- Curanmor Teror Jati Agung: Enam Motor Hilang, CCTV Tak Efektif
- Rohana Kudus, Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Pejuang Kesetaraan Perempuan
- KH Bisri Syansuri (3-Habis): Bahtsul Masail Sampai Tua, Kewafatan, dan Kesaksian Tokoh