NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 18, Agustus 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

Kiai Habibullah Rais dan Kitab Tarbiyatus Shibyan

NU MEDIA JATI AGUNG, – Kitab Tarbiyatus Shibyan karya KH Muhammad Habibullah Rais kembali mendapat perhatian pada tahun 2020. Saat itu, pasangan suami istri KH Muhyiddin Abdusshomad dan Nyai Hj Hodaifah dari Pondok Pesantren Nurul Islam Antirogo, Jember, menerjemahkan kitab tersebut ke dalam bahasa Indonesia latin. Versi terjemahan diberi judul Ngaji Akhlak Santri: Kiat Meraih Barakah.
Penerbitan kitab ini bertujuan mempermudah pembaca memahami pesan moral dari karya seorang ulama alim dan berakhlak mulia, yaitu KH Muhammad Habibullah Rais, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Is’af Kalabaan, Guluk-Guluk, Sumenep.

Latar Belakang Kelahiran dan Pendidikan

KH Muhammad Habibullah Rais lahir pada Kamis bakda Subuh, 6 Jumadil Akhir 1352 H/1935 M di Desa Kalabaan, Guluk-Guluk. Ayahnya KH Rais Ibrahim dan ibunya Ny Hj Aliyah yang melahirkan beliau.
Ia memulai pendidikan di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk pada madrasah Shifir Awal sekitar tahun 1948–1949. Pada tahun 1952, ia melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan.

Pengembaraan Ilmu

Pada tahun 1956, Kiai Habibullah Rais menunaikan ibadah haji. Setelah pulang dari tanah suci, ia melanjutkan pengembaraan ilmu ke Pondok Pesantren Bata-Bata Pamekasan dengan restu gurunya, KH Muhammad Ilyas Syarqawi. Setelah RKH Abdul Majid, pengasuh Pesantren Bata-Bata, wafat, Kiai Habib kembali ke Sidogiri pada 1957. Di sana, ia belajar kepada KH Kholil Nawawi yang didampingi KH Abdul Adhim dan KH Sa’dullah. Di Sidogiri, ia juga belajar bersama KH Ahmad Basyir Abdullah Sajjad dari Annuqayah Latee.

Kehidupan Keluarga dan Kiprah Mengajar

Tahun 1960, Kiai Habib menikah dengan Nyai Ruqayyah. Dua tahun kemudian, pada 1962, gurunya KH Ilyas Syarqawi memintanya mengajar di madrasah Mu’allimin Pesantren Annuqayah. Setelah wafat ayahnya pada 1968, Kiai Habib memutuskan pamit dari Annuqayah dan fokus mengelola pesantren keluarga di Kalabaan.

Ketawadhuan Kiai Habibullah Rais

Seluruh Nahdliyin di Sumenep mengenal beliau sebagai sosok tawadhu. Ia bahkan selalu menyebut “lora” atau “gus” untuk putra gurunya, meski masih memiliki hubungan keluarga. Ibunya, Nyai Aliyah, pun menyembunyikan kedekatan kekerabatan dengan para guru Annuqayah hingga beliau dewasa.

Ketawadhuan itu tampak ketika beliau hendak bepergian. Jika melewati Desa Prenduan, Kiai Habibullah Rais memilih jalur lain agar tidak melintasi Annuqayah. Ia menilai tindakan itu sebagai bentuk kesopanan kepada guru. Bahkan ketika sowan ke KH Ahmad Basyir, beliau rela berjalan kaki dari Kemisan hingga Latee. Saat sakit pun, ia tetap berusaha duduk ketika gurunya datang, meskipun khadim dan orang terdekat harus membantunya.

Kiprah di NU dan Aktivitas Intelektual

Selain mengasuh pesantren, Kiai Habib aktif dalam jam’iyah bersama para masyayikh seperti KH Ishomuddin, KH Basyir, dan KH A Warits Ilyas. Beliau turut serta dalam forum Bahtsul Masail dan pengajian masyarakat desa.
Di sela kesibukan, beliau menulis sejumlah kitab berbahasa Arab dan Madura dalam bentuk prosa maupun syiir.

Karya-Karya Kiai Habibullah Rais

  1. Tarbiyatus Shibyan – membahas akhlak dalam menuntut ilmu, berbakti pada orang tua, guru, pergaulan, masyarakat, serta ketakwaan.

  2. Fath Al-Jannah wa Washiyyat Al-Azwaj – menjelaskan keutamaan menuntut ilmu, hak orang tua, masyarakat, dan hubungan suami istri.

  3. Umm Al-‘Ibadah – berbahasa Madura, panduan praktis shalat.

  4. Dalil Al-Nisa’ – ditulis dalam prosa, khusus perempuan, menjelaskan hukum darah haid, nifas, istihadhah, dan bersuci.

  5. Hidayatu Al-Tawshit Bayna Al-Ta’aththi wa Al-Tafrith – berbahasa Madura, membahas jalan tengah dalam thaharah.

  6. Idhahu Ba’dhi Al-Mubhimat fi Ba’dhi Al-Mushthalahat – berbentuk syiir, memuat metode pengambilan pendapat mu’tamad dalam bermazhab dan tata cara kajian kitab kuning.

Selain itu, beliau menerjemahkan banyak kitab klasik ke dalam bahasa Madura, seperti Imrithi dan Alfiyah Ibnu Malik.

Warisan Keilmuan dan Teladan

Di usia senja, Kiai Habibullah Rais tetap produktif menulis. Meski karya-karyanya tidak disebarluaskan secara umum, kitab-kitab tersebut digunakan sebagai bahan pengajian internal di Pesantren Al-Is’af.
Teladan hidupnya, mulai dari ketekunan belajar, ketawadhuan kepada guru, hingga produktivitas menulis, menjadi warisan berharga bagi santri dan masyarakat pesantren.