NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 18, Agustus 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

Kiprah Awal Gus Mad di Kota Malang

NU MEDIA JATI AGUNG, – Kiai sering tampil di mimbar-mimbar majelis atau berpindah dari masjid ke masjid. Banyak ulama pesantren membina santri, mulai dari jumlah yang sedikit hingga mencapai puluhan ribu. Ulama juga berperan sebagai pendakwah maupun cultural broker yang berani mengambil langkah unik.

KH Ahmad Suyuthi Dahlan, yang masyarakat Kota Malang kenal sebagai Gus Mad Kacuk, memilih jalan dakwah berbeda. Ia merangkul penyandang disabilitas mental, anak-anak jalanan, hingga para preman. Gus Mad menjadikan Kacuk, Kebonsari, Kota Malang sebagai basis tinggal sekaligus pusat dakwah.

Ia lahir pada 11 September 1939 dari pasangan KH Ahmad Dahlan dan Nyai Ruqoyyah. Ayahnya turut berkontribusi dalam revolusi fisik pra-kemerdekaan di Kota Malang. Masa kecil Gus Mad berlangsung di Kelurahan Kidul Dalem, kawasan terpadat di Kota Malang.

Pendidikan Pesantren dan Pembentukan Intelektual

Selain belajar agama dari orang tuanya dan ulama lokal Malang, Gus Mad melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan, Jombang. Menurut almarhum KH Mahmud Zubaidi, sahabat dekatnya, Gus Mad kemudian menyantri pada KH Muhammad Said di Ketapang, Kepanjen, Kabupaten Malang.

Kiai Said Ketapang sangat memengaruhi metode dakwah dan wawasan intelektual Gus Mad. Setelah menikah dengan Nyai Cholifatuz Zahro, putri pengasuh Pesantren Nurul Ulum, Gus Mad tinggal di Kacuk sekaligus mengembangkan pesantren keluarga.

Pengajian Jumat Pagi dan Majelis Gubuk Bambu

Ketika mengasuh pesantren, Gus Mad merintis dua forum pengajian penting yang memberi pengaruh luas di Malang: Pengajian Jumat Pagi dan Majelis Gubuk Bambu.

Pengajian Jumat Pagi

Pengajian Jumat Pagi terbuka untuk masyarakat umum. Pada mulanya, Gus Mad mengkaji kitab Al-Hikam dan Arbain Nawawiyah. Ia kemudian mengembangkan kajian menjadi tematik dan aktual hingga wafat.

Dalam setiap pengajian, ia sering mengutip berita terkini dari koran maupun artikel bahasa Inggris. Ia berlangganan harian Duta Masyarakat dan beberapa media lokal. Aktualitas serta keluasan ilmunya membuat kalangan akademisi Malang menaruh respek besar padanya.

Majelis Gubuk Bambu

Gus Mad merintis Majelis Gubuk Bambu pada era 1980-an untuk membina kaum marjinal, terutama mantan preman. Majelis ini rutin menggelar istighotsah dengan format pengajian santai, diskusi, renungan, shalat taubat, dan doa bersama.

Banyak preman meninggalkan kehidupan kelam berkat forum ini. Gus Mad menjelaskan alasannya memilih jalan dakwah bersama para preman:

“Ngajeni wong sing wis ora diajeni wong”

(Menghargai orang yang sudah tidak dihargai orang lagi).

Ia ingin mengajak mereka kembali ke jalan yang diridai Allah.

Keberanian Dakwah di Tengah Preman

Gus Mad terbiasa bergaul dengan pemabuk, penjudi, dan kelompok amoral. Banyak kisah yang menunjukkan keberanian dakwahnya.

Khoirul Anwar, wartawan Radar Malang, menuliskan obituari pada 17 November 2009. Ia menceritakan pengalamannya ketika Gus Mad mengajaknya ke salah satu pusat preman di Malang. Di sana, Gus Mad menyapa para preman bertato yang tampak menyeramkan. Namun, mereka langsung menghormatinya dengan mencium tangan dan merangkul sang kiai.

Kontribusi Majelis Gubuk Bambu

Majelis Gubuk Bambu berkembang menjadi wadah yang memberi manfaat luas. Selain membina mantan preman, majelis ini rutin menggelar Renungan Suci Malam Tahun Baru Masehi. Para “santri” Gubuk Bambu sendiri yang mengelola acara tersebut.

Dalam setiap sambutannya, Gus Mad menegaskan tujuan kegiatan itu:

“Untuk mewadahi juga membentengi anak-anak muda dan jamaah dari kegiatan yang kurang bermanfaat juga berbahaya saat memperingati malam tahun baru.”

Wafat dan Warisan Dakwah

KH Ahmad Suyuthi Dahlan wafat pada pagi hari, 17 November 2009. Seusai kepergiannya, putra sulungnya, Gus Ali Mustofa Asady, melanjutkan kiprah Majelis Gubuk Bambu.

Majelis ini tetap menggelar istighotsah rutin setiap Minggu malam dan renungan Malam Tahun Baru. Kini, masyarakat mengenal majelis tersebut dengan nama Majelis Eleng Pati.

Majelis Eleng Pati semakin populer di Malang Raya. Majelis ini membina spiritual masyarakat dari kalangan kecil hingga kalangan elite, melanjutkan warisan dakwah Gus Mad yang penuh kasih sayang dan keberanian.