NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

KH Achmad Qusyairi, Ahli Ilmu Falak dari Pasuruan

KH Achmad Qusyairi ahli

Ulama Besar dari Rembang yang Dikenal di Pasuruan dan Glenmore

NU MEDIA JATI AGUNG, – KH Achmad Qusyairi lahir di Dukuh Sumbergirang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, pada 11 Sya’ban 1311 H atau 17 Februari 1894 M. Beliau tumbuh sebagai sosok ulama yang alim dan disegani. Masyarakat Pasuruan hingga Glenmore, Banyuwangi, mengakui kealimannya sebagai wali Allah yang membimbing umat.

Setiap orang yang sowan kepadanya selalu menerima ilmu dari perkataannya. Beliau menyampaikan ilmu tanpa pernah pelit sedikit pun.

Perjuangan Dakwah dan Masa Sulit di Era Jepang

Setelah aktif berdakwah di Pasuruan, KH Achmad Qusyairi membuat tentara Jepang geram karena pengaruhnya mampu menggerakkan massa Islam. Wacana yang menyebut beliau akan dicalonkan sebagai Adipati atau Bupati Pasuruan semakin memperkuat alasan tentara Jepang untuk mencarinya.

Untuk menghindari penangkapan, beliau berpindah ke pedalaman Jember. Akhirnya, beliau menetap di Dusun Sepanjang Wetan, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, yang saat itu masih bernama Kecamatan Kalibaru.

Pandangan Masyarakat dan Kesaksian Santri

KH Hadi bin Achmad Qusyairi dalam Haul ke-47 mengenang sosok ayahnya:

“Oreng gun norok akompol ben Kiaeh Achmad Qusyairi, tekka’a tak ngajih, apa pole ngajih ka model epon engak Kiaeh Qusyairi, aroa padeh bheih bik ngajih.”

Masyarakat menilai bahwa seseorang yang hanya berkumpul dengan Kiai Achmad Qusyairi, apalagi mengaji kepadanya, sudah sama seperti mengaji.

Begitu juga dengan KH Abdul Hamid, menantu KH Achmad Qusyairi. Masyarakat mengikuti ke mana beliau pergi. Walaupun mereka tidak mengaji secara formal, mereka tetap merasa seperti belajar karena tingkah laku beliau penuh dengan pelajaran.

Jejak Pendidikan dan Guru Besar

KH Achmad Qusyairi menimba ilmu kepada Syaikhona Kholil al-Bangkalani di Madura. Masyarakat Jawa dan Madura sudah mengenal Syaikhona Kholil sebagai wali Allah dan guru besar banyak ulama.

Dengan barokah gurunya, KH Achmad Qusyairi tumbuh menjadi ulama alim dengan keilmuan yang teruji. Beliau tidak hanya ahli fikih dan tasawuf, tetapi juga seorang sufi, ahli ibadah, sekaligus pakar ilmu falak.

Belajar Ilmu Falak di Masjidil Haram

KH Achmad Qusyairi mendalami ilmu falak di Masjidil Haram. Ia berguru kepada Syekh Muhammad Hasan Asy’ari bin Abdurrahman al-Baweani al-Fasuruani, seorang ulama asal Bawean, Gresik.

Syekh Asy’ari wafat di Pasuruan dan masyarakat setempat memakamkannya di sana. KH Achmad Qusyairi kemudian menulis kitab “Al-Jadawilul Falakiyah” sebagai karya besar dalam bidang astronomi Islam.

Leiden University di Belanda kini menyimpan naskah asli kitab tersebut. KH Musthafa Helmy, cucu KH Achmad Qusyairi, menyampaikan hal itu dalam wawancara pada Agustus 2020.

KH Achmad Qusyairi menyebut gurunya sebagai al-‘allamah al-falaki asy-syahir (ulama besar ahli falak yang terkenal). Beliau juga menegaskan bahwa Syekh Asy’ari merupakan akhiru ahlir rashd atau ahli rukyat hilal terakhir di zamannya.

Konsistensi Mengikuti Sunnah Nabi

KH Achmad Qusyairi menjalankan sunnah Nabi dengan istiqamah. Beliau membiasakan diri mengonsumsi sedikit garam sebelum dan sesudah makan. Catatan Hamid Ahmad menuliskan bahwa kebiasaan tersebut membuat beliau sembuh dari penyakit yang dokter vonis cukup berat.

KH Hasan Abdillah, putra beliau, mengikuti kebiasaan itu. Ia menjaga sunnah Nabi dengan konsisten hingga akhir hayatnya.

KH Musthafa Helmy, putra KH Hasan Abdillah, menceritakan:

“Kebiasaan beliau (KH Hasan Abdillah) itu, makan bersama, memulai makan dengan garam dan ditutup dengan garam, kalau ke kamar kecil selalu pakai peci, sholat ya berjama’ah, dan yang paling beliau tidak suka adalah berhutang, anak-anaknya semua dilarang berhutang.”

Kesaksian Ulama Lain tentang Kealiman Kiai Hasan

KH Hadi Achmad, dalam haul KH Achmad Qusyairi, memberikan kesaksian tentang keilmuan putra beliau:

“Elmoh, akhlak Syekh Achmad Qusyairi, noron ka Kiaeh Hasan Abdillah se lebih shohih neka kera-kera parak antarah sangan polo.”

Artinya, ilmu dan akhlak Syekh Achmad Qusyairi telah menurun kepada Kiai Hasan Abdillah, bahkan hampir mencapai kesempurnaan.