NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 14, Juli 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

JOMBANG, NU MEDIA JATI AGUNG,  — Dalam sebuah momen penting yang sarat makna di Pesantren Tebuireng, Jombang, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, menegaskan kembali bahwa sanad adalah pondasi utama yang menjaga keutuhan dan keaslian ilmu dalam tradisi pesantren dan Nahdlatul Ulama (NU).

Pernyataan ini disampaikan Gus Yahya dalam Kuliah Umum Pembukaan Nasyrus Sanad, sebuah agenda penting yang digelar di salah satu pesantren bersejarah di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, Gus Yahya mengungkapkan bahwa ia pernah mendapat nasihat dari KH Maimoen Zubair, ulama kharismatik asal Rembang, yang menyampaikan bahwa pesantren hanya akan bertahan lama jika memiliki sanad—yakni hubungan keilmuan yang bersambung dan bersanad hingga ke para ulama salaf.

Wejangan itu tak hanya menjadi inspirasi pribadi bagi Gus Yahya, tetapi juga menjadi semacam wake-up call tentang pentingnya menjaga keotentikan ilmu di tengah arus modernisasi dan kemudahan akses informasi. Di tengah era digital yang serba cepat, ia menekankan bahwa ilmu tidak boleh diambil secara sembarangan, apalagi tanpa jalur sanad yang sahih.

“Sanad ini adalah inti, tulang punggung sebetulnya, dari tradisi pesantren dan tradisi NU,” tegas Gus Yahya di hadapan para santri dan kiai.

Lebih jauh, Gus Yahya mengisahkan kembali bagaimana Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU, dalam membangun organisasi ini, hanya mengajak ulama-ulama yang memiliki sanad keilmuan yang tersambung. Sanad bukan hanya rantai nama, tetapi merupakan simbol keberkahan, keterpercayaan, dan jaminan bahwa ilmu tersebut tidak terputus dari sumber asalnya, yaitu Rasulullah SAW melalui para ulama.

“Barang siapa masuk rumah tidak lewat pintu, maka ia adalah pencuri,” kutip Gus Yahya dari wejangan Hadratussyekh, sebagai perumpamaan bahwa mengambil ilmu tanpa sanad adalah mencuri.

Dalam kuliah umumnya, Gus Yahya juga mengutip penjelasan dari Abubakar Muhammad bin Sirin al-Bashri (Ibnu Sirin), seorang ulama besar dari generasi tabi’in. Ibnu Sirin menyampaikan peringatan penting:

“Ilmu ini adalah agama. Maka perhatikan dari siapa kalian mengambil agama kalian.”

Peringatan ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana banyak orang menyampaikan tafsir agama tanpa dasar, tanpa bimbingan, tanpa rujukan dari ulama yang benar. Gus Yahya mengingatkan bahwa ilmu agama tidak bisa didasarkan pada retorika belaka. Meski seseorang pandai berbicara dan tampak meyakinkan, namun jika ilmunya bukan dari jalur yang benar, maka hakikatnya adalah ‘barang curian’.

🌱 Makna yang Lebih Dalam dari Sekadar Silsilah

Sanad bukan hanya formalitas akademik atau klaim silsilah keilmuan. Sanad adalah penjaga kemurnian ajaran, penjaga nilai, dan penjaga akhlak keilmuan. Di pesantren, para santri tak hanya belajar kitab, tetapi juga menyerap adab dan nilai-nilai luhur dari para guru mereka.

Melalui forum ini, Gus Yahya mengajak pesantren-pesantren dan seluruh elemen NU untuk kembali meneguhkan komitmen menjaga sanad. Tidak hanya dalam ilmu fikih atau tafsir, tapi juga dalam cara hidup, berorganisasi, dan mengarungi zaman.

“Ilmu bukan sekadar untuk dihafalkan, tapi untuk dipahami dan diamalkan. Dan itu hanya mungkin jika kita menyerapnya dari sumber yang benar,” pungkasnya.