NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

Aturan Pajak Kripto RI Berlaku Agustus 2025

Pemerintah Terapkan PMK 50/2025 untuk Pajak Kripto

JAKARTA, NU MEDIA JATI AGUNG, – Sudah mulai efektif pada 1 Agustus 2025, pemerintah kini menetapkan mekanisme baru untuk pajak kripto melalui PMK Nomor 50 Tahun 2025. Peraturan ini mengatur secara jelas penyesuaian atas PPN dan PPh atas transaksi aset kripto. Selain itu, kebijakan ini sejalan dengan perubahan status aset kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan digital. Lebih lanjut, pengawasan resmi kini diserahkan dari Bappebti ke OJK sejak Januari 2025.

“…perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto,” bunyi PMK 50/2025.

PPN Kripto Digratiskan Tetapi Ada Pengecualian

Secara umum, penyerahan aset kripto oleh pihak non‑PKP tidak dikenai PPN, karena aset kripto kini disamakan dengan surat berharga. Namun demikian, peraturan ini tetap mengenakan PPN untuk jasa pendukung ekosistem, seperti:

Jasa PMSE, yaitu platform elektronik: dikenai PPN sebesar 12% × 11/12 dari total fee transaksi;

Jasa penambangan/verifikasi, termasuk block reward atau fee transaksi: dikenai PPN sebesar 20% × 11/12 dari nilai penggantian.

Dengan demikian, meskipun penyerahan aset kripto tidak kena PPN, berbagai aktivitas pendukung tetap terkena pajak sesuai skema tersebut.

Tarif PPh Pasal 22 Transaksi Kripto Dinaikkan

Perlu diketahui bahwa semua pihak yang mendapatkan penghasilan dari transaksi aset kripto wajib membayar PPh Pasal 22. Sekarang, tarifnya telah disesuaikan sebagai berikut:

Platform Terdaftar atau Lokal (PMSE Bappebti)

Platform lokal atau yang resmi terdaftar wajib memungut PPh dengan tarif 0,21% dari nilai transaksi. Termasuk di sini semua jenis transaksi: perdagangan fiat-ke-kripto, swap, dan sejenisnya. Pajak tersebut bersifat final dan platform wajib menyetor serta melaporkannya.

Platform Tidak Terdaftar atau Luar Negeri

Jika transaksi terjadi melalui platform asing atau tidak terdaftar di Bappebti, tarif pajak naik menjadi 1% dari nilai transaksi. Pembayaran pajak luar negeri tidak bisa dikreditkan ke PPh di Indonesia—sehingga wajib pajak tetap membayar pajak penuh di dalam negeri.

Contoh Praktis Pelaporan Pajak

Untuk memberikan gambaran jelas, berikut adalah contoh pelaporan pajak dalam dua skenario:

Penjualan Kripto dengan Fiat

Misalnya, pada tanggal 5 Agustus 2025, Tuan ABC menjual 0,7 koin seharga Rp500 juta per koin. Maka platform harus memungut pajak sebagai berikut:

PPh Pasal 22 = 0,21% × (0,7 × Rp500 juta) = Rp 735.000

Transaksi Swap Aset Kripto

Contohnya tanggal 10 Agustus 2025, Tuan BCD melakukan swap 0,3 koin F (Rp500 juta per koin) dengan 30 koin G (Rp5 juta per koin) milik Nyonya CDE. Perhitungannya:

Tuan BCD: 0,21% × (0,3 × Rp500 juta) = Rp 315.000

Nyonya CDE: 0,21% × (30 × Rp5 juta) = Rp 315.000

Dalam kedua contoh tersebut, platform bertanggung jawab menyusun bukti pemotongan PPh, menyetorkan pajak paling lambat tanggal 15 September 2025, dan menyampaikan laporan SPT Masa Penghasilan Unifikasi paling lambat tanggal 20 September 2025.

Sanksi Bagi yang Tidak Memenuhi Ketentuan

Jika platform atau pihak terkait tidak memungut, menyetor, atau melaporkan kewajiban perpajakan, maka otoritas pajak akan menjatuhkan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Oleh karena itu, mereka harus mematuhi seluruh ketentuan untuk menghindari penalti.