NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 22, Juli 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

NU Media Jati Agung- Tanggal 10 November biasa kita peringati sebagai Hari Pahlawan. Pada tanggal yang sama, penulis mengingat salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Boyolali, yakni Allahyarham KH Ali Muchson, yang dilahirkan tepat pada 10 November 1945. Sama seperti tanggal kelahirannya, semasa hidupnya Kyai Ali memiliki karakter pejuang yang gigih dan konsisten.

Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Boyolali masa khidmat tahun 2012–2017, KH Hamid Dawar mengatakan, Kyai Ali yang pernah menjadi Ketua PCNU Boyolali tahun 1984–1997, semasa hidupnya diisi untuk memberikan banyak kemanfaatan bagi orang banyak.

“Pak Ali Muchson, semasa hidupnya, banyak digunakan untuk kemanfaatan dan memikirkan kepentingan umat,” terang Kyai Hamid.

  • Sosok Pemimpin yang Bijaksana

Sosok Kyai Ali dikenang sebagai pemimpin yang bijaksana dan mampu merangkul semua kalangan.

Posturnya sebetulnya gedhe dhuwur, tapi kok malah sabar. Kemudian dia dengan orang yang di atasnya dia tidak punya rasa takut, tapi dengan di bawahnya juga bisa nguwongke, tidak meremehkan, mau mendengarkan lawan bicara,” tambahnya.

Karakter kepemimpinan itu juga dirasakan oleh Ketua BAZNAS Boyolali, KH Jamal Yazid. Dalam berorganisasi, Kyai Ali dikenal tekun dalam membimbing generasi muda.

Mbah Ali kerap memberikan kepercayaan kepada anak muda, memunculkan kader-kader muda NU sebagai proses regenerasi,” tutur Kyai Jamal yang meneruskan Kyai Ali sebagai Ketua PCNU Boyolali (1997–2002).

Hal lain yang dikenang adalah sifat entengan. Kala itu, Kyai Ali masih mengendarai vespa dan berkeliling Boyolali menghadiri kegiatan organisasi maupun pengajian.

“Setiap ada permasalahan juga dihadapi dengan lapang dada, sehingga semua dirasa ada solusinya,” imbuhnya.

  • Riwayat Hidup dan Pendidikan

KH Ali Muchson lahir di Kampung Sambiroto, Desa Sindon, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Ayahnya dipanggil Eyang Ruslan Muhammad Danuri bin Eyang Marto. Ibunya dikenal sebagai Mbah Nyai Danuri.


Baca Juga: KH Aceng Muhammad Ishaq atau Aceng Sasa, Pejuang Kemerdekaan dari Garut


Wilayah Sindon terkenal dengan kerajinan tenun tradisional dan dekat dengan Bandara Internasional Adi Soemarmo. Di sanalah Ali kecil dibesarkan dan mendapat pelajaran dasar agama.

Setelah menamatkan pendidikan dasar dan menengah pertama, ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN) dan lulus tahun 1968. Kemudian, ia kuliah di Perguruan Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (PTAINU) Surakarta.

  • Perjalanan Politik dan Organisasi

Pada tahun 1971, saat masih kuliah, ia terpilih sebagai anggota DPRD Boyolali dari Partai Nahdlatul Ulama (NU). Sebelumnya, ia aktif di berbagai organisasi:

  • Ketua IPNU Kec. Ngemplak (1965)
  • Ketua KAPPI (1966)
  • Ketua PC IPNU Boyolali (1968–1970)

Ia juga berperan dalam mendirikan berbagai lembaga pendidikan seperti MI Sambiroto Ngemplak, MTs Nurul Islam Ngemplak, dan membantu pendirian MTs Al Muayyad Surakarta serta menghidupkan kembali MTs Yosodipuro Pengging.

Ketika menjadi Ketua PCNU Boyolali, lahir pula lembaga seperti MTs Al Ma’arif dan STM/SMK Karya Nugraha Boyolali.

Pak Ali, memang banyak berjasa dalam menidirikan banyak lembaga pendidikan,” terang KH Habib Ihsanudin.

  • Pernikahan dan Kehidupan Keluarga

Pada 1971, Kyai Ali menikah dengan Muslichah (Bu Ali), sahabat seperjuangan di IPNU-IPPNU. Saksi pernikahan salah satunya adalah KH Ahmad Umar Abdul Mannan, Pengasuh Ponpes Al Muayyad Mangkuyudan.

Pasangan ini dikaruniai anak-anak: Ulfa Farida, Aini Kholid, Naila Rahmawati, dan Salma Dewi. Para menantu: Aris Budhi Hartono, Siti Nurul Azkiyah, Yudi Sugihartono, dan Ahmad Adi Suryo.

  • Ujian Politik Orde Baru

Sebagai pengurus partai oposisi di era Orde Baru, Kyai Ali dan keluarga menghadapi tekanan politik. Namun semua dilalui dengan tabah.

Setelah NU bergabung ke PPP, ia menjadi anggota DPRD Boyolali dari PPP (1975–1982) dan menjabat Bendahara. Setelah NU kembali ke khittah, ia fokus di NU hingga 1997, lalu kembali ke politik sebagai anggota DPRD Boyolali dari Golkar (1997–2004).

Bapak ki nang politik, tapi yen emang anak-anakku ora do mudeng politik, ojo pisan-pisan melu ning politik, ngko ndak dipolitiki,” pesan Kyai Ali kepada anak-anaknya.

Wong arep mangan ki ora kudu dadi pegawai negeri, lakoni opo sing mbok iso lan senengi,” ujarnya.

  • Mendirikan Pesantren Al Hikam

Pada 6 Juni 2003, Kyai Ali mendirikan Pondok Pesantren Al Hikam di Sorowaden, Banyudono. Bersama H. Soetantyo dan pengurus lain, pesantren ini bermula dari empat santri. Kini berkembang pesat dengan lembaga PAUD hingga MA.

Ini menjadi cita-cita Mbah Ali yang alhamdulillah bisa terwujud,” kata KH Asikin, Ketua Yayasan Al Hikam.

Tujuannya mendirikan MA berbasis teknik agar santri bisa mandiri.

Kalau landasan agamanya kuat, maka lulusan itu bisa bekerja dan mengabdikan ilmunya lebih baik pula,” ujar Kyai Ali.

  • Keluarga Sakinah Teladan

Tahun 2010, Kyai Ali dan Bu Ali menunaikan haji. Tahun 2013, mereka terpilih sebagai Juara Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Jawa Tengah dan mewakili Jateng ke tingkat nasional.

  • Wafat dan Warisan Perjuangan

KH Ali Muchson wafat pada Kamis, 7 Januari 2021 pukul 16.00 WIB di RSUD Pandanaran Boyolali. Jenazah dimakamkan di Kompleks Pemakaman Yosodipuro Pengging, Banyudono, Boyolali. Dengan iringan shalawat dan tahlil, ia kembali kepada Sang Pencipta. Lahul Fatihah.