NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 16, Juli 2025   |   ✍️ Arif Riana

Gus Baha Ingatkan Pentashihan Tafsir Kemenag Harus Teliti dan Komprehensif

Jakarta, NU Media Jati AgungKH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam proses pentashihan dan penafsiran Al-Qur’an oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Kementerian Agama.

Peringatan itu disampaikan dalam audiensi bersama Menteri Agama RI Nasaruddin Umar dan tim penyempurnaan tafsir di Jakarta. Proyek penyempurnaan ini dipimpin oleh Darwis Huda, dengan Gus Baha sebagai salah satu anggota tim.

“Pesan saya kepada tim penyempurnaan tafsir Kemenag RI, karena ini mewakili negara, tentu harus hati-hati,” ujar Gus Baha dalam kanal YouTube officiallp3ia, Selasa (15/07/2025).

Menurut Gus Baha, masyarakat Indonesia menggunakan berbagai rujukan tafsir, mulai dari karya Buya Hamka hingga Prof Quraish Shihab dan KH Bisri Mustofa. Dalam konteks ini, Tafsir Al-Qur’an Kemenag dianggap sebagai produk negara yang netral dan inklusif.

“Fakta bahwa penafsiran yang beredar di Indonesia itu ada banyak perbedaan, tentu orang akan merujuk ke Kemenag RI,” kata ulama asal Rembang tersebut.

  • Tafsir Harus Jaga Validitas dan Waspadai Ayat Fiqih

Bagi Gus Baha, proses pentashihan harus memiliki titik temu yang kokoh dalam aspek validitas, keotentikan, dan keluasan perspektif. Penafsiran tidak bisa dilakukan secara sepihak atau serampangan.

“Jadi saya mohon tim lebih hati-hati, lebih jaga validitas data, otentik, dan komprehensif,” tegas Rais Syuriyah PBNU itu.

Ia juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum atau fiqih. Penjelasan yang tidak akurat bisa membingungkan masyarakat, merusak ibadah, hingga mengacaukan tatanan sosial.

“Ayat-ayat tentang fiqih juga harus menjadi perhatian khusus, penafsiran harus dijelaskan secara teliti. Agar tidak menimbulkan salah paham di masyarakat,” pintanya.

  • Menteri Agama Dukung Proses Manual, Bukan AI

Menanggapi hal ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan dukungannya terhadap penyusunan tafsir yang bertanggung jawab dan tidak bergantung pada kecerdasan buatan.

Ia menekankan pentingnya kejujuran ilmiah dan ketulusan hati dalam menulis tafsir Al-Qur’an.

“Agar proses penyusunan tidak bergantung pada kecerdasan buatan, pentingnya kejujuran akademik dan ketulusan hati dalam menulis tafsir,” ujar Gus Baha menegaskan kembali sikap tersebut. (ARF)