NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

Perjalanan Intelektual Syaikhona Kholil Bangkalan dalam Menuntut Ilmu

Awal Perjalanan Intelektual Syaikhona Kholil

NU MEDIA JATI AGUNG, – Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dikenal sebagai ulama besar yang memiliki keteguhan hati dan pendirian yang kuat. Sejak muda, ia menempuh jalan panjang dalam menuntut ilmu, meski menghadapi berbagai keterbatasan. Hidupnya selalu berlandaskan semangat menuntut ilmu tanpa mengenal lelah.

Sejarah mencatat bahwa Syaikhona Kholil tetap mondok di Pesantren Keboncandi Pasuruan. Setiap hari ia berjalan jauh untuk menimba ilmu di Pondok Sidogiri. Perjalanan itu memperlihatkan ketekunan, kesabaran, dan kerendahan hati seorang santri yang kemudian dikenal sebagai waliyullah.

Keteguhan dan Semangat dalam Menimba Ilmu

Didikan Keluarga Sejak Kecil

Ayahnya, KH Abdul Lathif, mendidik Syaikhona Kholil dengan ketat sejak kecil. Ia tumbuh tekun, haus ilmu, dan cepat menguasai pelajaran fiqih serta ilmu nahwu. Bahkan, sejak usia muda, ia sudah menghafal Nazham Alfiyah Ibnu Malik sebanyak 1.000 bait, lalu membacakannya secara terbalik atau nyungsang.

Melihat kecerdasan anaknya, kedua orang tuanya menitipkan Syaikhona Kholil ke berbagai pondok pesantren. Mereka ingin ia memperdalam ilmu agama. Bakat, kecerdasan, dan ketekunannya membuat para guru dan santri lain cepat mengenalnya.

Pengembaraan Ilmu dari Pesantren ke Pesantren

Sekitar tahun 1850 M, Syaikhona Kholil memulai pengembaraan intelektualnya. Ia berguru di Pondok Pesantren Langitan Tuban kepada Kiai Muhammad Nur, kemudian melanjutkan ke Pesantren Cangaan Bangilan Pasuruan di bawah asuhan Kiai Asyik. Setelah itu, ia menimba ilmu di Pesantren Keboncandi Pasuruan yang dipimpin Kiai Arif.

Meskipun menetap di Keboncandi, ia tetap menempuh perjalanan sejauh 7 kilometer menuju Sidogiri untuk belajar kepada Kiai Nur Hasan. Dalam setiap perjalanan, ia menghafalkan Surat Yasin hingga khatam berkali-kali.

Hidup Mandiri dan Rendah Hati

Buruh Batik dan Kuli Kelapa

Walaupun keluarganya mampu, Kholil muda memilih hidup sederhana dan tidak bergantung pada orang tuanya. Ia bekerja sebagai buruh batik untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan, dalam beberapa kisah, beliau pernah menjadi kuli pemanjat kelapa yang dibayar 3 sen untuk 80 pohon. Semua hasil jerih payah itu ia berikan kepada gurunya sebagai bentuk bakti dan penghormatan.

Sikap Tawadhu’ kepada Guru

Kerendahan hati Syaikhona Kholil terlihat jelas saat belajar di Sidogiri. Setiap kali masuk kompleks pesantren, ia selalu melepas sandalnya sebagai wujud tawadhu’ kepada para ulama dan penghuni makam di sekitar masjid. Prinsip hidupnya jelas: menempatkan guru dan ilmu di atas segalanya.

Teladan dari Perjuangan Syaikhona Kholil

Pengalaman hidup sederhana, kerja keras, dan keikhlasan dalam mencari ilmu membuat Syaikhona Kholil dihormati hingga kini. Ia bukan hanya seorang ulama, tetapi juga teladan bagi para santri dalam memaknai perjuangan menuntut ilmu.

Beliau mengajarkan bahwa belajar bukan hanya membaca, menulis, dan menghafal, tetapi juga meresapi ilmu dengan hati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Keikhlasan, kesabaran, serta bakti kepada guru menjadi prinsip hidup yang melekat kuat pada sosoknya.

Meneladani Jejak Syaikhona Kholil

Kisah pengembaraan intelektual Syaikhona Kholil Bangkalan menjadi inspirasi sepanjang masa. Dengan penuh keteguhan, beliau membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk meraih ilmu. Ia mampu menyulap kepahitan hidup menjadi sumber kekuatan dan menjadikannya ulama besar yang berpengaruh bagi bangsa dan umat Islam.