
Secara struktur organisasi, perkembangan Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Tengah kerap mengalami beberapa perubahan, menyesuaikan dengan kondisi saat itu. Di era awal NU berdiri misalnya, belum terdapat istilah Pengurus Wilayah seperti saat ini, karena baru ada beberapa cabang saja yang berdiri dan langsung terhubung dengan Pengurus Besar.
Pada tahun 1939, dan berubah lagi di masa pendudukan Jepang, dibentuk Majelis Konsul. Awalnya hanya setingkat Karesidenan, setelah Indonesia merdeka naik menjadi setingkat Provinsi. Di Jawa Tengah, pada periode awal (1953–1955), terbentuk Majelis Konsul NU dan terpilih sebagai Rais Syuriah adalah KH Zubair Umar.
Data pertama yang saya temukan dari buku Ringkasan Riwayat Hidup Anggota DPRD-I Hasil Pemilu Tahun 1977 Daerah Tingkat I Jawa Tengah memuat biodata KH Zubair. Tertulis bahwa beliau lahir di Bojonegoro, 16 September 1908.
Riwayat Pendidikan
Kiai Zubair menempuh pendidikan di:
- Pesantren Tremas, Pacitan (1921–1925) di bawah asuhan KH Dimyathi Abdullah.
- Pesantren Simbang Kulon, Pekalongan (1925–1926), diasuh KH Amir Idris.
- Pesantren Tebuireng, Jombang (1926–1929), berguru kepada KH Hasyim Asy’ari.
Di Tebuireng, ilmu falak menjadi favorit beliau. Pada 1935, beliau bersama istrinya melanjutkan pendidikan ke Makkah. Namun, kualitas keilmuan para pengajar falak di sana ternyata di bawah beliau, hingga akhirnya para ulama justru belajar kepada Kiai Zubair.
Hal yang sama juga terjadi saat ia berada di Madinah. Saran pun datang untuk mencari ulama falak di Damaskus dan Palestina, namun hasilnya tidak sesuai harapan. Akhirnya beliau menuju Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, yang saat itu dipimpin Syekh Musthafa al-Maraghi.
Di sana, beliau berguru pada Syekh Umar Hamdan al-Mahrasi (w. 1949), ulama multitalenta. Di Al-Azhar, Kiai Zubair diakui keilmuannya dan diangkat menjadi dosen ilmu falak (1931–1935). Ia juga menulis kitab Al-Khulashotul Wafiyah, yang menjadi rujukan ulama dalam penentuan awal bulan qamariyah.
Kitab ini dikenal paling lengkap, sederhana, dan terperinci dibanding kitab-kitab falak lain seperti Matlaus Said, Tashilul Mitsasal, dan Durrul Matslub. Kitab ini digunakan luas di Saudi Arabia, Mesir, Irak, dan di pesantren-pesantren Indonesia.
Pendiri IAIN Salatiga
Tahun 1935, Kiai Zubair kembali ke Indonesia dan menetap di Desa Reksosari, Suruh, Kabupaten Semarang. Ia mendirikan pesantren falak yang menjadi rujukan para santri. Beliau juga menjadi penggagas berdirinya IKIPNU Salatiga, yang kemudian dinegerikan bersamaan dengan IAIN Walisongo Semarang.
KH Zubair ditunjuk sebagai ketua panitia pendiri dan sekaligus dekan. Fakultas Tarbiyah Salatiga dinegerikan menjadi cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melalui Surat Menteri Agama No. Dd/PTA/3/1364/69 tanggal 13 November 1969, dan kemudian melalui SK No. 30 Tahun 1970 (16 April 1970), resmi menjadi bagian dari IAIN Walisongo Semarang.
Kini lembaga itu telah tumbuh menjadi IAIN Salatiga dan menjadi rujukan mahasiswa dari berbagai daerah. Gagasan awal pembangunan Kampus Terpadu IAIN Salatiga pun berasal dari Kiai Zubair.
Lembaga Pendidikan dan Pesantren
KH Zubair juga merintis berbagai lembaga pendidikan seperti:
- SD-SMP Al-Azhar Salatiga (di bawah Yayasan Pesantren Luhur)
- MTsNU dan SMK Diponegoro (di bawah Yayasan Imarotul Masajid wal Madaris)
- MAN Salatiga (sebelumnya bernama Pendidikan Guru Agama/PGA)
Tahun 1971, ia mendapat hibah tanah 6 hektar dari pemerintah untuk mendirikan pesantren. Maka berdirilah Pondok Pesantren Joko Tingkir pada 1977 di Tingkir Lor, Salatiga. Namun setelah wafatnya, pesantren ini tidak lagi aktif dan hanya menjadi petilasan.
Pengabdian dan Jabatan
Selain mengajar dan mengasuh pesantren, beliau pernah mengajar di Madrasah Salafiyah Tebuireng, namun tidak lama karena kesibukan lainnya. Beberapa jabatan yang pernah diembannya:
- Penghulu di Pengadilan Negeri Salatiga (1945–1947)
- Penghulu Kabupaten Semarang (1947–1951)
- Koordinator Urusan Agama Karesidenan Pati (1954–1956)
- Ketua Mahkamah Islam Tinggi, Surakarta (1962–1970)
- Rektor IAIN Walisongo Semarang (1970–1972)
Aktivitas Organisasi
Beliau aktif di berbagai organisasi:
- Ketua PCNU Kabupaten Semarang (1945)
- Ketua Masyumi Cabang Salatiga
- Komandan Barisan Kiai–Sabilillah Kabupaten Semarang
- Rais Syuriah Partai NU Cabang Kabupaten Semarang & Salatiga (1952–1956)
- Rais PWNU Jawa Tengah (1956–1967)
- Anggota Syuriyah PBNU era KH Abdul Wahab Chasbullah (1967–1971)
Tahun 1968, KH Zubair diminta menjadi promotor penganugerahan doktor honoris causa Universitas NU Surakarta kepada dua sarjana Al-Azhar Kairo: Prof Dr Muadz dan Prof Dr Bashrawi.
Wafat
KH Zubair Umar al-Jailani wafat pada 10 Desember 1990 (24 Jumadil Awal 1411 H), dimakamkan di Komplek Makam Kauman, di belakang Masjid Raya Baitul Atiq. Di sana juga dimakamkan putra-putranya, seperti H Wail Haris Sugianto dan Cholid Narbuka.
Lahumul fatihah.
Berita Terpopuler
- Wagub Lampung Jihan Nurlela Tinjau Pasar Murah Muslimat NU di Natar
- PPRQ Metro Gelar Harlah ke-24 Teguhkan Komitmen Santri
- Curanmor Teror Jati Agung: Enam Motor Hilang, CCTV Tak Efektif
- KH Bisri Syansuri (3-Habis): Bahtsul Masail Sampai Tua, Kewafatan, dan Kesaksian Tokoh
- Rohana Kudus, Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Pejuang Kesetaraan Perempuan