NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

KH Zainul Arifin: Ulama Pejuang dari Keturunan Raja Barus

KH Zainul Arifin dikenal sebagai ulama, politisi, dan pejuang kemerdekaan yang setia kepada bangsa serta umat. Ia menjadi Panglima Hizbullah, tokoh Nahdlatul Ulama (NU), dan Ketua DPR-GR di masa Presiden Sukarno. Perjalanan hidupnya menunjukkan keteguhan iman dan semangat juang tanpa henti.

Asal Usul dan Latar Belakang Keluarga

NU MEDIA JATI AGUNG, – KH Zainul Arifin lahir dari keluarga bangsawan keturunan Raja Barus dan Mandailing. Ayahnya, Sultan Ramali bin Tuangku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan, merupakan tokoh terpandang di wilayah Sumatera. Sementara itu, ibunya, Siti Baiyah Nasution, berasal dari keluarga bangsawan Kotanopan, Mandailing Natal.

Sejak kecil, Zainul menunjukkan semangat belajar yang tinggi. Selain itu, ia menonjol dalam bidang seni dan disiplin diri. Ia menempuh pendidikan di Hollands Indische School (HIS), lalu melanjutkan ke Normal School, sebuah sekolah calon guru pada masa kolonial.

Selama masa pendidikan, Zainul tidak hanya mempelajari pelajaran umum. Ia juga mendalami ilmu agama Islam dan mempelajari pencak silat sebagai bentuk latihan fisik serta pembentukan karakter. Dengan demikian, sejak muda ia tumbuh sebagai pribadi yang berilmu, tangguh, dan berjiwa kepemimpinan.

Perjalanan ke Batavia dan Kiprah di Dunia Pendidikan

Ketika beranjak remaja, Zainul Arifin merantau ke Batavia. Ia bekerja sebagai pegawai pemerintah kolonial untuk menambah pengalaman hidup. Namun, semangat pengabdiannya kepada masyarakat membuatnya memilih jalur pendidikan.

Selanjutnya, ia menjadi guru dan kemudian mendirikan Perguruan Rakyat, sebuah lembaga pendidikan bagi masyarakat dewasa di kawasan Jatinegara. Melalui lembaga itu, Zainul berupaya meningkatkan kecerdasan rakyat dan mendorong kesadaran sosial di tengah masyarakat kelas bawah.

Selain mengajar, ia membantu rakyat kecil yang kesulitan hukum. Oleh karena itu, masyarakat menjulukinya Pokrol Bambu, yakni pengacara rakyat tanpa pendidikan hukum formal. Julukan itu menggambarkan kepeduliannya kepada kaum lemah. Dengan tindakan nyata tersebut, Zainul memperlihatkan keberpihakannya kepada rakyat dan memperjuangkan keadilan sosial di masa kolonial.

Kecintaan pada Seni dan Dunia Kebudayaan

Selain aktif di dunia pendidikan, Zainul Arifin juga mencintai kesenian. Ia mendirikan kelompok sandiwara musikal bernama Tonil Zainul. Melalui kelompok ini, ia menyalurkan bakat seni sekaligus menyampaikan pesan moral dan kebangsaan kepada masyarakat.

Kemudian, Zainul menjalin persahabatan dengan tokoh perfilman nasional Djamaluddin Malik. Pertemanan itu membuka jalannya untuk berkiprah lebih luas di bidang sosial dan keagamaan. Melalui interaksi dengan berbagai kalangan, Zainul memperluas jaringan perjuangan dan memperkuat ideologi kebangsaan di tengah kaum muda.

Di sisi lain, kiprahnya di bidang seni tidak membuatnya melupakan peran keagamaan. Ia bergabung dengan Gerakan Pemuda Ansor dan segera dipercaya sebagai Ketua Cabang NU Jatinegara. Setelah itu, ia naik menjadi Ketua Majelis Konsul NU Batavia. Peran ini memperlihatkan kapasitas kepemimpinannya dalam organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Perjuangan Memimpin Laskar Hizbullah

Ketika Jepang membentuk pasukan semi militer di masa pendudukan, Zainul Arifin mendapat kepercayaan besar. Ia memimpin Laskar Hizbullah, pasukan pemuda Islam yang memiliki peran strategis dalam perjuangan kemerdekaan.

Sebagai Panglima Hizbullah, Zainul melatih para anggota untuk disiplin, berani, dan setia kepada agama serta bangsa. Ia menanamkan nilai jihad dalam membela tanah air. Oleh karena itu, Laskar Hizbullah menjadi salah satu kekuatan penting dalam perlawanan terhadap penjajah.

Selain itu, Zainul juga mendorong semangat nasionalisme di kalangan santri dan pemuda. Ia percaya bahwa kemerdekaan harus diraih melalui perjuangan bersama, bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan kesadaran spiritual dan moral. Dengan demikian, perjuangannya tidak hanya bersifat fisik, melainkan juga ideologis dan religius.

Kiprah Politik Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Zainul Arifin terus berjuang di bidang politik dan pemerintahan. Ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), lembaga legislatif awal setelah proklamasi. Dalam lembaga itu, ia berperan aktif merumuskan arah kebijakan nasional.

Selanjutnya, Zainul menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I. Dalam posisi tersebut, ia memperjuangkan aspirasi umat Islam dan membangun hubungan harmonis antara pemerintah dan organisasi keagamaan.

Kemudian, Presiden Sukarno mempercayainya sebagai Ketua DPR Gotong Royong (DPR-GR). Tugas itu ia jalankan dengan penuh tanggung jawab dan integritas. Ia dikenal sebagai tokoh yang berani menyampaikan pendapat dan selalu berpihak kepada kepentingan rakyat.

Selain itu, Zainul berupaya menjaga hubungan baik antara pemerintah dan Nahdlatul Ulama. Ia meyakini bahwa sinergi antara ulama dan negara sangat penting bagi kemajuan bangsa. Karena itu, kiprahnya di panggung politik menjadi teladan bagi generasi muda dalam menggabungkan nilai keagamaan dengan pengabdian pada negara.

Akhir Perjuangan dan Warisan Kepahlawanan

Perjalanan hidup KH Zainul Arifin mencapai ujung tragis pada tahun 1962. Ia menjadi korban luka tembak akibat percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di Lapangan Ikada, Jakarta. Luka itu sangat parah, dan ia berjuang melawannya selama sepuluh bulan.

Akhirnya, pada 2 Maret 1963, KH Zainul Arifin wafat. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia. Ia berpulang sebagai pejuang sejati yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk agama, bangsa, dan rakyat kecil.

Dengan demikian, perjuangannya tidak hanya tercatat dalam sejarah politik Indonesia, tetapi juga dalam hati masyarakat yang mengenangnya sebagai ulama sekaligus patriot. Warisan semangatnya terus hidup melalui perjuangan generasi penerus di lingkungan Nahdlatul Ulama dan bangsa Indonesia.

Pada akhirnya, sosok KH Zainul Arifin menunjukkan bahwa kekuatan moral, ilmu, dan pengabdian dapat melahirkan pemimpin besar. Ia membuktikan bahwa ulama tidak hanya berperan dalam bidang keagamaan, tetapi juga mampu berjuang untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa.

Teladan Abadi dari Seorang Ulama Pejuang

KH Zainul Arifin menjadi teladan bagi generasi muda Indonesia. Ia menunjukkan bahwa perjuangan sejati harus lahir dari keikhlasan dan ketulusan. Selain itu, ia membuktikan bahwa ilmu, seni, dan agama dapat berjalan beriringan demi kemaslahatan umat.

Dengan demikian, perjuangan KH Zainul Arifin tetap relevan hingga kini. Nilai-nilai perjuangannya mengajarkan pentingnya semangat kebangsaan, tanggung jawab sosial, dan pengabdian kepada rakyat. Karena itu, bangsa Indonesia patut meneladani sosoknya sebagai inspirasi dalam menjaga keutuhan dan kemajuan negeri.