NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

KH Ilyas Ruhiat, Ulama NU yang Mendedikasikan Hidup untuk Pesantren

KH Ilyas Ruhiat sejak kecil menekuni pendidikan pesantren hingga akhirnya memimpin Pondok Pesantren Cipasung. Selain itu, ia aktif di Nahdlatul Ulama dan dipercaya menjabat Rais Aam PBNU. Pada akhirnya, ia wafat pada 18 Desember 2007 dalam usia 73 tahun.

Jejak Pendidikan dan Pesantren

NU MEDIA JATI AGUNG, – Sejak kecil, KH Ilyas Ruhiat menempuh pendidikan agama langsung dari ayahnya, Ajengan Ruhiat, pendiri Pesantren Cipasung. Karena itu, sejak usia 15 tahun ia sudah menggantikan sang ayah mengajar santri di pesantren tersebut.

Selain itu, ia terus mengasah kemampuan keilmuan hingga akhirnya mengabdikan diri penuh untuk dunia pesantren. Dengan demikian, sejak remaja ia memikul amanah besar sebagai pendidik sekaligus penerus perjuangan ayahnya.

Selanjutnya, KH Ilyas tidak hanya berperan sebagai pengajar. Ia juga memimpin pesantren yang kelak berkembang sebagai pusat pendidikan Islam berpengaruh di Jawa Barat. Oleh karena itu, banyak kalangan menilai Cipasung menjadi bagian penting dari sejarah pesantren Nusantara.

Karier di Organisasi NU

Selain mengelola pesantren, KH Ilyas Ruhiat juga aktif berkiprah di organisasi Nahdlatul Ulama. Ia memulai perjalanan organisasinya pada tahun 1954 dengan menjabat Ketua NU Cabang Tasikmalaya.

Kemudian, ia dipercaya menduduki posisi penting sebagai Rais Syuriah PBNU. Selanjutnya, pada Muktamar ke-29 NU di Cipasung tahun 1994, para kiai sepakat memilihnya sebagai Rais Aam PBNU.

Dengan demikian, kiprah KH Ilyas tidak hanya terbatas di pesantren. Ia juga berperan besar dalam mengarahkan organisasi NU di tingkat nasional. Akibatnya, pengaruhnya semakin kuat dalam mengawal tradisi keilmuan dan perjuangan jamiyah.

Sosok Santun dan Bersahaja

Di sisi lain, sosok KH Ilyas Ruhiat terkenal santun, rendah hati, serta penuh keteladanan. Banyak orang mengenalnya sebagai pribadi yang menebarkan kesejukan dalam setiap pertemuan.

Selain itu, ia selalu menjaga kedisiplinan waktu. Ia lebih memilih mengajar santri dengan penuh kesederhanaan daripada tampil sebagai orator di panggung besar. Dengan demikian, ia memperlihatkan sikap konsisten sebagai pendidik tulus.

Sementara itu, sikapnya yang tidak suka menonjolkan diri membuatnya dihormati banyak kalangan. Akhirnya, keteguhan dan keikhlasannya menanamkan teladan hidup sederhana bagi para muridnya.

Pesantren Cipasung sebagai Kiblat Pendidikan

Di bawah kepemimpinan KH Ilyas Ruhiat, Pesantren Cipasung terus mempertahankan ciri khas tradisinya. Salah satunya adalah penggunaan metode ngalogat Sunda dalam kajian kitab kuning.

Oleh karena itu, pesantren ini berkembang sebagai pusat pendidikan Islam sekaligus basis kuat Nahdlatul Ulama di Jawa Barat. Selanjutnya, ribuan santri belajar di sana dengan membawa tradisi keilmuan pesantren klasik.

Dengan demikian, Cipasung tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama. Pesantren ini juga berperan sebagai benteng tradisi Islam Nusantara yang berakar kuat pada budaya lokal Sunda.

Akhir Perjalanan

Akhirnya, perjalanan panjang KH Ilyas Ruhiat berakhir pada 18 Desember 2007. Ia wafat dalam usia 73 tahun.

Meskipun begitu, jasa dan perjuangannya tetap hidup dalam ingatan banyak orang. Ia dikenang sebagai ulama sejati Nahdlatul Ulama yang sepenuhnya mengabdikan hidupnya untuk pesantren dan organisasi.

Selain itu, warisannya tidak hanya berbentuk lembaga pendidikan. Keteladanan hidupnya yang penuh kesederhanaan juga menjadi pedoman bagi generasi penerus. Oleh karena itu, sosoknya tetap hadir dalam setiap langkah perjuangan santri dan warga NU hingga kini.