NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 13, Juli 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

Asal Muasal dan Pernikahan

Keluarga leluhur Kiai Bisri Syansuri adalah keluarga yang terpandang dan terhormat. Dalam catatan Gus Dur, leluhur Kiai Bisri menurunkan beberapa ulama besar dalam berbagai generasi, seperti KH Kholil Lasem dan KH Baidlowi Lasem. Sehingga bukan hal yang mengherankan jika dari tradisi yang demikian kuat kaitannya dengan penguasaan keagamaan semacam itu tumbuh seorang yang kemudian hari akan menjadi sosok ulama terkemuka.

Kiai Bisri Syansuri dilahirkan oleh seorang ibu yang bernama Siti Rohmah (Mariah) dan ayah yang bernama Syansuri Abdus Shomad, di desa Tayu Wetan, Pati, Jawa Tengah pada 23 Agustus 1887.

Syansuri dan Siti Rohmah dianugerahi lima (5) putra. Anak pertama adalah Mas’ud, kedua Sumiyati, ketiga Mustajab (kemudian dikenal sebagai Bisri Syansuri), lalu Muhdi dan Syafa’atun. Nama Mustajab kadang masih digunakannya ketika memberi identitas kitab-kitab koleksinya pada masa belajar. Nama Bisri adalah nama yang digunakan setelah naik haji.

KH Bisri Syansuri menikah dengan Nyai Hj. Nur Khodijah pada 1914. Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai enam anak: Ahmad Athoillah, Muasshomah, Sholihah, Musyarofah, Muhammad Ali Ashab (Ali Abdul Aziz), dan Muhammad Shohib.

Para Guru Kiai Bisri

Sejak kecil, Bisri belajar dari berbagai ulama. Salah satu guru yang sangat memengaruhi kepribadiannya adalah Kiai Abdus Salam, ahli Al-Qur’an dan fikih. Ketika berusia 15 tahun, ia belajar ke KH Kholil Kasingan Rembang, KH Syu’aib Sarang Lasem, hingga ke Syaikhona Kholil Bangkalan (1901). Ia juga berkawan dekat dengan Abdul Wahab Hasbullah.

Tahun 1906, Bisri dan Wahab belajar di Pesantren Tebuireng, asuhan KH Hasyim Asy’ari, selama enam tahun. Pada 1911, ia melanjutkan studi ke Mekah selama empat tahun. Di sana, ia berguru kepada ulama-ulama besar, seperti Syekh Mahfudz Tremas, Syekh Ahmad Khatib Padang, dan lainnya.

Gagasan Pesantren Putri dan Kepedulian Isu Perempuan

KH Bisri mendirikan Pesantren Denanyar pada 1917. Dua tahun kemudian, bersama Nyai Nur Khodijah, mendirikan pondok putri—yang menjadi satu-satunya pondok putri saat itu. Pada 1930 berdiri Madrasah Diniyah Putri Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar.

Perhatiannya terhadap pendidikan perempuan juga diwujudkan lewat keterlibatan dalam keputusan NU tentang perempuan dan KB. Pada Konbes NU 1957 dan 1960, ia terlibat dalam ijtihad kebijakan keislaman terkait perempuan dan perencanaan keluarga. Pada 1972, ia memberi fatwa resmi mendukung KB yang sejalan dengan syariat Islam.

Wibawa Kiai Bisri dalam Pusaran Politik Perjuangan

KH Bisri adalah ulama sekaligus pejuang. Pernah menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timoer (MODT) dan Ketua Umum MPHS. Saat jadi Rais ‘Aam PBNU, ia disegani termasuk oleh Presiden Soeharto yang diam-diam sowan ke Denanyar.

Fakta lain, Kiai Bisri berjasa memberi simbol Ka’bah pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang kala itu diperdebatkan. Sikap tegas beliau membuat Soeharto dan Jenderal Amir Mahmud takluk pada pendapatnya.

Keseharian dan Keteladanan

Kiai Bisri selalu mengenakan pakaian putih dan tidak pernah memakai kopiah hitam. Ia disiplin dan istiqamah berjamaah lima waktu. Dikenal bersih dan teratur. Memiliki wirid dan ijazah doa-doa untuk kemenangan pemilu. Kitab-kitab dan tulisan tangannya masih tersimpan di perpustakaan Denanyar.

Hadratussyekh, Kiai Wahab, dan Kiai Bisri

Tiga tokoh utama NU adalah Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Ketiganya adalah Rais ‘Aam secara berurutan: Hasyim (1926-1947), Wahab (1947-1971), Bisri (1971-1980). Foto mereka bersama ada dalam Muktamar NU ke-14 di Magelang, 1939.

Hubungan mereka digambarkan seperti Rasulullah dengan Abu Bakar dan Umar. KH Bisri dikenal paling tegas, bukan hanya karena ilmu fikih tapi juga karena watak aslinya.

Ahli Bahtsul Masail

Kiai Bisri adalah ketua Bahtsul Masail di Jombang. Setelah wafat, 50 keputusan penting beliau dibukukan dalam Muqarrarat Syura Min Ulamai Jombang. Tradisi ini kemudian diadopsi resmi oleh NU dalam Muktamar dan Munas. Pesantren Denanyar juga menjadi tempat verifikasi ilmiah seperti tashih kitab al-Kawakib al-Lamma’ah.

Cara Kiai Bisri Mengkader Kiai

Kiai Bisri mengkader Gus Dur dan KH Abdul Aziz Masyhuri. Gus Dur dimasukkan dalam Syuriyah PBNU, dan Abdul Aziz bahkan dijadikan menantu. Mereka aktif di Yayasan Mambaul Ma’arif dan asosiasi para kiai muda.

Korespondensi, Peninggalan, dan Karya

Peninggalan beliau antara lain: meja marmer legendaris, alat waktu istiwa’ (bencet), dan koleksi kitab di Perpustakaan Denanyar. Beberapa karya tulis beliau meliputi:

  • Fatwa tentang KB
  • Koreksi hasil Bahtsul Masail PBNU
  • Naskah pidato Kongres Thariqah 1968
  • Dua artikel dalam Majalah Suara NU tahun 1346-1347 H

KH Bisri juga menjadi narasumber dalam seminar Aswaja (1961) dan menyimpan surat-surat dari para tokoh besar NU seperti KH Ali Ma’shum, KH Ahmad Shiddiq, dan KH Sahal Mahfudz.

Wafat

KH Bisri Syansuri wafat pada Jumat, 25 April 1980 (09/10 Jumadil Akhir 1400 H) dalam usia 93 tahun. Beliau ditakziahi oleh ribuan warga Nahdliyin dan para tokoh bangsa.