NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

KH Badruddin Honggowongso: Ulama Teliti, Pejuang Sabilillah, dan Pelopor Pendidikan NU

KH Badruddin Honggowongso dikenal sebagai ulama yang teliti, sederhana, dan tekun dalam mengabdi. Sejak muda, ia berjuang menegakkan ilmu, pendidikan, dan kemerdekaan. Melalui semangatnya, Nahdlatul Ulama dan dunia pendidikan Islam terus tumbuh dan berakar kuat di Jawa Tengah.

Semangat Belajar yang Tak Pernah Padam

NU MEDIA JATI AGUNG, – KH Badruddin Honggowongso lahir di Kartasura pada tahun 1901 dari pasangan Kiai Zakaria (Abdul Syukur) dan Nyai Tari. Sejak kecil, ia menunjukkan semangat luar biasa dalam menuntut ilmu. Selain itu, ia selalu berusaha menyeimbangkan kecintaan terhadap ilmu dengan ketekunan beribadah.

Meski cita-citanya untuk belajar di Universitas Al-Azhar Mesir gagal karena keterbatasan biaya, semangatnya tidak pernah surut. Ia justru semakin gigih menuntut ilmu dari satu kiai ke kiai lain. Selanjutnya, ia memperoleh banyak ijazah dari berbagai kitab dan ulama besar.

Di Kalioso, daerah asal leluhurnya, ia memulai perjuangan pendidikan dengan mendirikan sekolah di serambi masjid. Fasilitasnya sederhana, bahkan meja dan bangkunya terbuat dari kayu bekas keranda. Namun, semangat itu berbuah hasil besar. Dari tempat sederhana itu, berdirilah lembaga pendidikan yang kelak dikenal sebagai Yayasan Umat Islam Kaliyoso (YAUMIKA).

Dengan dedikasinya, KH Badruddin mengajarkan pentingnya ilmu sebagai bekal hidup. Ia mendidik santri dan masyarakat agar mencintai pengetahuan serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, ia menanamkan nilai keikhlasan dalam menuntut ilmu agar setiap amal menjadi ibadah.

Ulama Salaf Sejati yang Rendah Hati

Keteladanan KH Badruddin juga tercermin dalam sikapnya yang sederhana dan tawadhu. KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) mengenang beliau sebagai kiai salaf sejati yang selalu rendah hati.

Beliau itu teliti dan selalu siap dalam setiap bahtsul masail. Tidak datang dengan tangan kosong, tapi membawa hasil telaah dari kitab,” tutur Gus Mus mengenang.

Pujian tersebut menggambarkan keilmuan KH Badruddin yang mendalam sekaligus ketekunannya dalam berkhidmat. Selain itu, ia dikenal sebagai sosok yang sangat menjaga adab dalam berdiskusi dan bermusyawarah. Dalam setiap pertemuan ilmiah, ia selalu membawa catatan dan referensi kitab agar argumennya berdasar kuat.

Dengan cara itu, KH Badruddin meneladankan pentingnya kesiapan ilmiah dalam menyelesaikan persoalan keagamaan. Oleh karena itu, banyak ulama dan santri yang menghormatinya sebagai panutan dalam forum Bahtsul Masail.

Aktif di NU dan Pejuang Sabilillah

Setelah menuntut ilmu di berbagai tempat, KH Badruddin pindah ke Semarang atas saran KH Abdurrohman Pak Dhe. Di kota ini, ia semakin aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Ia turut menjadi panitia Muktamar ke-14 NU di Magelang pada tahun 1939, bersama KH Saifuddin Zuhri dan sejumlah tokoh penting lainnya.

Keterlibatannya di NU menunjukkan komitmen besar terhadap perjuangan keislaman dan kebangsaan. Ketika perang kemerdekaan meletus, KH Badruddin tidak tinggal diam. Ia bergabung dalam Barisan Sabilillah, pasukan pejuang Islam yang berperan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Selanjutnya, setelah perang usai, ia kembali fokus pada bidang pendidikan dan keagamaan. Ia meyakini, perjuangan pasca-kemerdekaan harus dilakukan melalui penguatan pendidikan umat. Dengan demikian, generasi muda akan memiliki ilmu dan akhlak yang mampu membangun bangsa.

Perintis MTs NU Salatiga dan Pembina Generasi Ulama

Pada tahun 1959, KH Badruddin mendirikan MTs NU Salatiga bersama para tokoh masyarakat dan ulama. Pada masa awal berdiri, kegiatan belajar mengajar berlangsung di rumahnya di Jalan Taman Pahlawan No. 2 Salatiga.

Meskipun fasilitas masih terbatas, ia tetap semangat membimbing para siswa. Ia percaya, pendidikan Islam harus menyatu dengan nilai moral dan akhlak mulia. Selain itu, ia mengajarkan pentingnya disiplin, tanggung jawab, dan semangat kebersamaan dalam menuntut ilmu.

Dari keteladanan itu, banyak murid dan anak-anaknya tumbuh menjadi tokoh penting di dunia pendidikan dan keagamaan. Di antaranya, KH Ahmad Daroji, yang kemudian menjadi Ketua MUI Jawa Tengah, dan Prof. Nur Uhbiyati, Guru Besar UIN Walisongo Semarang.

Melalui mereka, nilai perjuangan KH Badruddin terus mengalir dan memberi manfaat bagi umat. Dengan demikian, perannya dalam membentuk generasi ulama tidak hanya terbatas di lingkup lokal, tetapi juga nasional.

Kiai Pendidik Hingga Akhir Hayat

Selain aktif di organisasi keagamaan, KH Badruddin juga berperan di dunia politik. Ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, serta menjadi anggota DPRD Salatiga dan DPRD Jawa Tengah dari Partai NU.

Di sela kesibukannya, ia tetap mengajar dan membimbing masyarakat. Bahkan, setelah pensiun dari Kementerian Agama, ia tidak berhenti berdakwah. Ia masih aktif menjadi dosen di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.

Meskipun sudah lanjut usia, ia tetap berangkat dari Salatiga ke Solo menggunakan bus umum. Sikap itu menunjukkan kerendahan hati dan dedikasi luar biasa terhadap ilmu. Oleh karena itu, banyak mahasiswa dan kolega mengagumi kesungguhannya.

Akhirnya, pada Jumat, 5 Maret 1987 (6 Rajab 1407 H), KH Badruddin Honggowongso wafat dalam usia 86 tahun. Ia dimakamkan di Kompleks Pemakaman Pamijen Kaliyoso, Sragen, dekat makam leluhurnya.

Warisan KH Badruddin tidak hanya berupa lembaga pendidikan dan karya perjuangan, tetapi juga teladan ilmu, semangat, dan keikhlasan. Hingga kini, nama beliau tetap harum di kalangan Nahdliyin sebagai ulama yang istiqamah membimbing umat.

Teladan Abadi Seorang Ulama Pejuang

Kisah hidup KH Badruddin Honggowongso mengajarkan bahwa perjuangan tidak selalu berbentuk peperangan fisik. Dalam dunia modern, semangatnya tercermin melalui dedikasi terhadap pendidikan, dakwah, dan pelayanan umat.

Dengan keteladanan itu, generasi muda dapat belajar untuk terus berjuang melalui ilmu, kerja keras, dan pengabdian. Selain itu, semangatnya menegaskan bahwa ilmu dan amal tidak boleh terpisah.

Oleh karena itu, KH Badruddin pantas disebut sebagai pelopor pendidikan dan teladan pejuang sabilillah dalam sejarah Nahdlatul Ulama. Dengan perjuangan dan pengabdiannya, ia meninggalkan warisan yang terus hidup dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia.