
Awal Kiprah KH Abi Sudjak dalam NU Sumenep
Sebelum dikenal sebagai pendiri NU Sumenep, KH Abi Sudjak mendapat tongkat estafet dari KH Muhammad Ilyas Syarqawi. KH Ilyas mendapat mandat langsung dari Rais Akbar PBNU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari untuk memimpin NU di cabang. Namun, karena kediamannya di Guluk-Guluk yang cukup jauh dari pusat kota, jabatan tersebut kemudian diserahkan kepada KH Abi Sudjak yang tinggal di pusat kota Sumenep.
Garis Nasab dan Keluarga KH Abi Sudjak
KH Abi Sudjak lahir pada tahun 1885 dari pasangan KH Djamaluddin dan Nyai Hj Siti Shalehah. Ayahnya berasal dari keturunan KH Moh Maghfur bin KH Muhammad Aqib (Kiai Anjuk) yang memiliki silsilah hingga Sunan Giri.
Sementara ibunya adalah keturunan KH Thalabuddin, yang nasabnya tersambung hingga Sayyid Abdul Karim bin Syits bin Abdul Alim bin Kunita bin Zainal Abidin (Sunan Cendana Kwanyar, Bangkalan).
Keturunan dan Peran Keluarga
KH Abi Sudjak menikahi Nyai Hj Siti Fatimah, dari pernikahan ini lahir beberapa anak, di antaranya KH Moh Munir—tokoh NU sekaligus politisi nasional yang mewakafkan tanah untuk gedung PBNU. Setelah wafatnya Nyai Fatimah, beliau menikahi Nyai Hj Zainah yang kemudian menjadi Ketua Muslimat NU pertama di Sumenep.
Pendidikan dan Keilmuan KH Abi Sudjak
Sejak kecil, KH Abi Sudjak menimba ilmu dari sang ayah di Pesantren Asta Tinggi. Ia kemudian belajar di Pesantren Karay Ganding dan menonjol dalam kecerdasan. Saking kagumnya sang guru, nama KH Abi Sudjak ditulis di dinding dengan arang singkong bakar sebagai tanda “Abi Sudjak Wali”.
Belajar ke Syaikhona Kholil Bangkalan
KH Abi Sudjak kemudian mondok ke Syaikhona Kholil Bangkalan. Ia juga menemani gurunya menunaikan haji ke Makkah. Di sana, ia belajar pada Syekh Malik yang kemudian memberinya gelar “Syekh”. Setelah kembali, ia melanjutkan perjuangan dakwah Islam Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah di Pesantren Asta Tinggi.
Khidmah dan Dakwah untuk NU
Tahun 1930-an, KH Abi Sudjak mendapatkan restu dan SK dari PWNU Jawa Timur untuk memimpin NU cabang Sumenep. Ia berdakwah hingga ke wilayah pesisir seperti Pinggir Papas dan Kalianget, dikenal dekat dengan masyarakat dan aktif dalam berbagai kegiatan seperti Diba’i dan Sarwah.
Hubungan dengan Ulama Besar
Kiai Abi Sudjak menjalin hubungan erat dengan tokoh-tokoh NU seperti KHR As’ad Syamsul Arifin dan KH Abdul Hamid Pasuruan. Kedekatan ini memperkuat gerakan ke-NU-annya. Bahkan pamannya sendiri, KH Zainal Arifin, menyerahkan pengajaran kitab kuning kepada beliau saat berkunjung ke Pesantren Tarate.
Warisan Ilmu dan Santri KH Abi Sudjak
Berbagai tokoh muncul dari pesantrennya, antara lain KH Abd Aziz, KH Mursaha, KH Abd Rahman, dan KH Abdullah dari Pangarangan. Pesantrennya juga banyak melahirkan ulama dari luar Madura seperti dari Jember, Situbondo, dan Banyuwangi.
Karya Tulis: Kitab Sirajul Bayan li Nawaziliz Zaman
Kitab ini berisi pembahasan akidah, syariat, dan muamalah dalam bentuk dialog. Isinya mencakup:
-
Hukum maulid Nabi
-
Fungsi doa dan takdir
-
Tawasul dan syafaat
-
Ziarah kubur
-
Tabarruk pada ulama
-
Ruqyah dan azimat
-
Sedekah dan tahlil
Kitab ini diajarkan rutin setiap malam Jumat Legi di Pesantren Asta Tinggi oleh KH Hafidzi Syarbini.
Pengabdian dan Perjuangan Fisik
Selain sebagai ulama, KH Abi Sudjak aktif dalam perjuangan fisik. Beliau adalah Ketua Laskar Sabillah dari kalangan santri. Pesantrennya dijadikan pusat latihan bela diri dan senjata untuk para pejuang. Ia bahkan memberikan ijazah kekebalan kepada para laskar.
Wafat dan Makam
KH Abi Sudjak wafat tahun 1948 di usia 63 tahun. Makamnya terletak di kompleks pemakaman Pesantren Asta Tinggi, Sumenep, Madura. Hingga kini, nama dan perjuangannya dikenang sebagai muassis NU Sumenep yang membawa Islam rahmatan lil alamin ke berbagai penjuru Madura.
Berita Terpopuler
- Wagub Lampung Jihan Nurlela Tinjau Pasar Murah Muslimat NU di Natar
- PPRQ Metro Gelar Harlah ke-24 Teguhkan Komitmen Santri
- Curanmor Teror Jati Agung: Enam Motor Hilang, CCTV Tak Efektif
- KH Bisri Syansuri (3-Habis): Bahtsul Masail Sampai Tua, Kewafatan, dan Kesaksian Tokoh
- Rohana Kudus, Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Pejuang Kesetaraan Perempuan