NU MEDIA JATI AGUNG

NU MEDIA JATI AGUNG
Logo NU Jatiagung

NU Jatiagung - Situs Resmi

Warga Teladas Pertanyakan Kewajiban Plasma PT SGC

TULANG BAWANG, NU MEDIA JATI AGUNG – Warga adat Teladas mempertanyakan kewajiban plasma PT Sugar Group Company (SGC) dalam sosialisasi kemitraan di Kampung Dente Makmur, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang, Selasa (30/09/2025). Acara yang awalnya berjalan tenang berubah tegang karena masyarakat menuntut realisasi kebun plasma 20 persen dari total HGU sesuai amanat undang-undang.

Tokoh Adat Tegaskan Kewajiban Plasma

Mardali, tokoh masyarakat adat Teladas Marga Tegamoan, langsung mempertanyakan tujuan sosialisasi tersebut. Ia menilai agenda itu justru menghindari pembahasan kewajiban utama perusahaan. Menurutnya, perusahaan seharusnya membahas realisasi kebun plasma sebesar 20 persen dari total Hak Guna Usaha (HGU).

Di hadapan Camat Dente Teladas Zainuddin, anggota DPRD Tulang Bawang Sodikin, serta para kepala kampung, Mardali mengajukan pertanyaan tajam. “Apakah ini sosialisasi kemitraan sesuai kewajiban 20 persen plasma, atau hanya kemitraan mandiri yang tidak ada kaitannya dengan HGU? Tapi jawaban salah satu direktur PT SGC, mohon maaf, kami tidak membuka ruang diskusi untuk hal itu,” ujarnya usai acara.

Ia kemudian menegaskan dasar hukum kewajiban plasma. “Itu wajib. Tapi kenapa sudah lebih dari dua puluh tahun kewajiban itu tidak juga ditunaikan?” kata Mardali.

Data Konkret Masyarakat Adat

Selain Mardali, tokoh muda adat Teladas, Rizal, juga menyampaikan argumen tegas. Ia membawa data luas lahan masyarakat hukum adat Teladas yang telah diserahkan kepada perusahaan. Totalnya mencapai 11.845 hektar. Menurut perhitungan, perusahaan wajib merealisasikan 2.369 hektar kebun plasma untuk masyarakat.

“Dari data itu jelas, kewajiban bisa dihitung. Tapi sampai hari ini tidak ada satu pun hektar yang diberikan kepada masyarakat adat Teladas. Jadi, di mana tanggung jawab perusahaan?” tandas Rizal.

Rizal menilai kewajiban plasma sangat jelas. Karena itu, ia menuntut perusahaan segera menjalankan aturan. Menurutnya, masyarakat adat tidak bisa terus menunggu tanpa kepastian.

Konsep Kemitraan Mandiri Dinilai Mengaburkan Aturan

Mardali kembali menyoroti konsep kemitraan mandiri yang ditawarkan perusahaan. Ia menyebut, konsep itu hanya upaya menghindari kewajiban hukum. “Mereka sosialisasi kemitraan mandiri, padahal masyarakat adat Teladas dulu sudah menyerahkan tanahnya untuk HGU. Kalau begini, perusahaan seperti mau lepas tangan,” tegasnya.

Ketika mendengar pernyataan tersebut, suasana forum semakin panas. Beberapa warga bersuara lantang mendukung Mardali dan Rizal. Mereka menuntut jawaban tegas, bukan janji atau alasan.

Perwakilan Perusahaan Tinggalkan Forum

Forum berlangsung semakin tegang hingga beberapa perwakilan perusahaan memilih meninggalkan tempat. Direktur Utama salah satu unit PT di bawah SGC, Fauzi Toha, tampak meninggalkan ruangan. Beberapa pejabat daerah, termasuk anggota DPRD Tulang Bawang Sodikin, juga ikut keluar.

Moderator acara, H. Sulis, yang bertugas sebagai manajer lapangan PT SGC, hanya menanggapi singkat. “Isu terkait kewajiban 20 persen akan kami sampaikan ke pimpinan pusat,” katanya.

Jawaban itu tidak memuaskan masyarakat. Mereka menilai tanggapan perusahaan sama sekali tidak menjawab substansi masalah. Hingga acara berakhir, PT SGC tidak memberikan penjelasan resmi terkait tuntutan plasma.

Harga Diri dan Hak Masyarakat Adat

Bagi masyarakat adat Teladas, persoalan ini bukan sekadar administrasi hukum. Mereka menganggap plasma bagian dari hak yang sudah diatur undang-undang. Karena itu, penolakan atau penghindaran kewajiban plasma dianggap merendahkan martabat mereka.

Rizal menutup pernyataannya dengan nada emosional. “Ini bukan soal bantuan, ini soal hak. Hak masyarakat adat yang selama ini diabaikan,” ujarnya dengan suara bergetar.

Latar Belakang Kewajiban Plasma

Aturan mengenai kewajiban plasma berakar dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2021 tentang Perkebunan serta dua Peraturan Pemerintah, yaitu Nomor 18 Tahun 2021 dan Nomor 26 Tahun 2021. Regulasi itu menegaskan perusahaan wajib memberikan minimal 20 persen dari luas HGU dalam bentuk kebun plasma untuk masyarakat.

Pemerintah menetapkan aturan tersebut agar perusahaan tidak hanya mengambil keuntungan dari tanah masyarakat, tetapi juga memberikan manfaat nyata. Plasma menjadi bentuk redistribusi agar masyarakat sekitar dapat merasakan hasil dari perkebunan besar.

Kekecewaan Masyarakat Teladas

Masyarakat adat Teladas merasa kecewa karena perusahaan tidak kunjung memenuhi kewajiban meski telah menguasai lahan lebih dari dua dekade. Mereka menilai, jika perusahaan benar-benar patuh hukum, kewajiban plasma seharusnya sudah lama terealisasi.

Kekecewaan itu semakin besar ketika perusahaan justru menawarkan skema kemitraan mandiri. Skema tersebut tidak menjawab substansi kewajiban hukum. Warga menilai, kemitraan mandiri hanya akan menguntungkan perusahaan tanpa menjamin hak masyarakat.

Tuntutan Terbuka

Dalam forum itu, masyarakat secara terbuka menegaskan kembali tuntutan mereka. Mereka meminta PT SGC segera merealisasikan plasma sesuai ketentuan undang-undang. Mereka juga mendesak pemerintah daerah hingga pemerintah pusat turun tangan mengawasi.

Bagi warga Teladas, persoalan plasma bukan sekadar masalah teknis, melainkan masalah keberpihakan negara terhadap masyarakat adat. Mereka menginginkan kepastian hukum sekaligus penghormatan terhadap hak-hak adat.

Ketegangan dalam forum sosialisasi di Dente Makmur menunjukkan betapa serius masyarakat Teladas memperjuangkan plasma. Mereka tidak sekadar menuntut, tetapi juga membawa dasar hukum dan data konkret. Dengan demikian, persoalan ini dipastikan tidak akan berhenti sampai perusahaan memenuhi kewajiban.

Bagi warga, plasma bukan hadiah. Plasma adalah hak. Karena itu, mereka akan terus memperjuangkan hingga perusahaan menjalankan kewajiban sesuai undang-undang.