
Gangguan layanan Web Hosting, VPS, dan CDN
JAKARTA, NU MEDIA JATI AGUNG, – 21 Agustus 2025 — Penyedia Layanan Web Hosting melaporkan gangguan jaringan yang menimpa pengguna di Asia, terutama di Singapura dan Malaysia. Kerusakan kabel bawah laut yang menjadi jalur utama konektivitas internet di kawasan itu memicu masalah tersebut.
Dalam keterangan resmi di laman statusnya, Hostinger menyebut gangguan itu memengaruhi layanan Web Hosting, VPS, dan Content Delivery Network (CDN). Kondisi ini meningkatkan latensi, memperlambat proses pencadangan, dan memunculkan kesalahan HTTP 504 ketika pengguna mencoba mengakses konten melalui CDN.
“Situasi ini, meskipun jarang terjadi, dapat memengaruhi konektivitas dan menimbulkan keterlambatan akses. Kami terus bekerja sama dengan mitra ISP untuk memantau dan melakukan rekayasa jaringan agar meminimalkan dampak pada klien,” tulis Hostinger.
Selain itu, Hostinger mengingatkan pengguna bahwa antarmuka pencadangan data di wilayah terdampak mungkin tidak bisa diakses sementara waktu. Namun perusahaan menegaskan langkah mitigasi sudah berjalan agar layanan segera normal kembali. Hostinger belum menetapkan estimasi waktu pemulihan penuh dan meminta pengguna memantau pembaruan melalui laman status resmi.
Infrastruktur Kabel Rentan Ancaman
Kerusakan kabel bawah laut kerap terjadi di Asia Tenggara. Infrastruktur internet di kawasan ini sangat bergantung pada jalur kabel internasional yang menghubungkan Singapura, Malaysia, hingga berbagai negara lain di dunia. Putusnya kabel memicu efek berantai pada konektivitas lintas negara.
Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran karena kabel bawah laut ASEAN menghadapi ancaman serius di tengah persaingan geopolitik global. Infrastruktur sepanjang 1,4 juta kilometer yang mengangkut 95% lalu lintas internet dunia rentan rusak akibat bencana alam maupun sabotase.
Serangan di Laut Baltik dan Laut Merah membuktikan rapuhnya jalur komunikasi global. Karena itu, banyak negara meningkatkan kerja sama untuk menjaga keamanan jaringan. “Kita perlu bekerja sama untuk mempertahankan seluruh jaringan,” ujar Menteri Pertahanan Singapura Chan Chun Sing dalam Dialog IISS Shangri-La, Juni 2025.
NATO, China, hingga ASEAN
Pada Februari 2024, jangkar kapal kargo yang ditenggelamkan militan Houthi memutus kabel di Laut Merah. Insiden itu menurunkan kapasitas internet antara Eropa dan Asia secara signifikan. Di Laut Baltik, sejumlah pejabat Barat menuding kapal Rusia merusak kabel, meski para ahli menegaskan belum ada bukti kuat terkait sabotase.
Sejak Januari 2025, anggota NATO meningkatkan patroli fregat, pesawat maritim, hingga drone untuk mengawasi kabel bawah laut di kawasan strategis.
Di Asia, ketegangan meningkat ketika Taiwan menahan kapal Cina akibat kerusakan kabel komunikasi bawah laut pada Februari 2025. Beijing kemudian menekan konsorsium internasional yang membangun kabel dari Jepang melalui Laut Cina Selatan agar meminta “izin” mereka, sehingga memperkuat klaim sepihak atas wilayah sengketa.
“Ini hanyalah cara lain yang digunakan Cina untuk menegaskan kedaulatannya atas Laut Cina Selatan,” kata Zachary Abuza, profesor di National War College, kepada DW.
Laporan Nikkei Asia bahkan menyebut Cina sedang mengembangkan perangkat pemotong kabel canggih yang mampu merusak kabel lapis baja di kedalaman tertentu. Temuan itu memperbesar kekhawatiran negara ASEAN terhadap risiko keamanan digital.
Vietnam dan Diplomasi Kabel Eropa
Vietnam menjadi negara yang paling merasakan dampak kerusakan kabel. Pada Februari 2023, lima kabel bawah laut rusak dan melumpuhkan 75% kapasitas data Vietnam. Pada 2024, tiga kabel kembali terganggu tanpa penjelasan resmi.
Menurut Alexander Vuving dari Asia-Pacific Center for Security Studies, pemerintah Hanoi memilih berhati-hati agar tidak menuduh Cina secara langsung. “Mereka berargumen bahwa kabel itu berada di jalur pelayaran sibuk, sehingga rawan kerusakan akibat kapal penangkap ikan,” ujarnya.
Meski begitu, Vietnam menargetkan pembangunan empat kabel baru untuk memperkuat kapasitas internet. Biaya tinggi mendorong Hanoi mencari investasi dari luar negeri, termasuk dari AS dan Cina.
Namun Uni Eropa menawarkan alternatif lewat “diplomasi kabel”. Brussel meluncurkan Rencana Aksi Perlindungan Kabel dengan anggaran hampir €1 miliar untuk memperkuat pengawasan dan menambah armada kapal perbaikan darurat.
Perebutan Pengaruh Global
Meski berbagai inisiatif berjalan, tantangan tetap besar. Menurut Joshua Kurlantzick dari Dewan Hubungan Luar Negeri, “dibutuhkan upaya besar dan sangat mahal bagi Eropa untuk menggantikan jaringan kabel Cina.”
AS justru menekan Eropa agar mengurangi keterlibatan di Asia Tenggara dan fokus menjaga keamanan regional. Namun, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas menegaskan, “itu adalah sebuah ilusi bahwa kawasan keamanan Indo-Pasifik dan Eropa tidak saling terkait.”
Pada akhirnya, Asia Tenggara dan Uni Eropa harus bekerja sama menjaga kabel bawah laut ASEAN demi melindungi stabilitas konektivitas global di tengah perebutan pengaruh antara Cina dan Amerika Serikat.
Berita Terpopuler
- Wagub Lampung Jihan Nurlela Tinjau Pasar Murah Muslimat NU di Natar
- PPRQ Metro Gelar Harlah ke-24 Teguhkan Komitmen Santri
- Curanmor Teror Jati Agung: Enam Motor Hilang, CCTV Tak Efektif
- Rohana Kudus, Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Pejuang Kesetaraan Perempuan
- KH Bisri Syansuri (3-Habis): Bahtsul Masail Sampai Tua, Kewafatan, dan Kesaksian Tokoh