
Tokoh perempuan asal Jawa Barat ini pada masa kecilnya dibesarkan di keluarga menak (bangsawan) Sunda, masa remajanya bergabung dengan kelaskaran wanita, menikah dengan seorang pimpinan pemuda NU yang juga diplomat sekaligus politikus, sementara di masa tuanya aktif sebagai salah seorang pimpinan di Muslimat NU.
Tokoh perempuan tersebut adalah Hj. Hadidjah, istri dari KH Imron Rosyadi, Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor periode 1954 sampai 1963. KH Imron bertugas di Irak (1947–1950) dan Arab Saudi (1950–1952), serta pernah menjabat Kuasa Usaha di Kedutaan Besar RI di Swiss (1955) dan Arab Saudi (1958).
Hadidjah yang sebelumnya dikenal sebagai Hadidjah Soemadilaga kemudian dikenal sebagai Hadidjah Imron Rosyadi dan mendampingi suaminya sampai akhir hayat.
Keturunan Menak, Pejuang Laskar Wanita Indonesia
Dari beberapa catatan, Hadidjah lahir di Labuan, Banten pada 19 Mei 1930. Ayahnya adalah seorang Wedana Soreang, Bandung, Rd. Soemadilaga. Ibunya, R. Hj Retnasari, adalah keturunan Ki Astamanggala alias Rd. Wiraangunangun, Bupati pertama Bandung (1641–1681). Jalur keturunan ini juga bersambung melalui ayahnya.
Berdasarkan formulir pendaftaran pertemuan eks Laswi tahun 1976 di Jakarta, Hadidjah di masa remaja pernah menjadi anggota Kelaskaran Wanita (Laswi) dari 15 Oktober 1945 sampai 21 Juli 1947, tepatnya di daerah Lembang, Bandung Utara. Laswi adalah gerakan kaum perempuan yang membantu para pejuang BKR/TKR. Dipimpin Sumarsih Subiyati (Yati Arudji), istri Arudji Kartawinata, komandan BKR Divisi III Jawa Barat yang kelak menjadi Divisi Siliwangi.
Annisa Mardiani dalam sebuah tulisan menyebutkan bahwa pada 24 Maret 1946, Bandung dibumihanguskan (Bandung Lautan Api), sebagai respons atas ultimatum Sekutu. MP3 (Musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan), sebagai badan koordinasi 61 kesatuan perjuangan di Jawa Barat, memutuskan strategi itu.
Salah satu organisasi di bawah MP3 adalah Laswi, yang dibentuk pada 12 Oktober 1945. Anggotanya beragam usia, dari gadis, ibu rumah tangga, hingga janda. Di dalam tubuh Laswi terdapat Barisan Pemuda Putri (BPP), yang dipimpin oleh Nyai Hadidjah Soemadilaga, dilantik langsung oleh Kol. Sukanda Bratamenggala dari BKR.
Di masa Agresi Militer setelah kemerdekaan, BPP berperan sebagai dapur umum, Palang Merah, serta kurir antar pasukan BKR/TKR. Dalam catatan singkat Sejarah Pemuda Putri Bandung Utara, struktur pengurus BPP disebutkan sebagai berikut:
- Ketua: Mies Hadidjah Soemadilaga
- Wakil Ketua: Nani
- Sekretaris: Tati
- Bendahara: Yati
- Pembantu: Martini
Disebutkan pula gugurnya pejuang seperti Hamid dan Badjuri (19 Desember 1945), Soepardi, Sujud, dan Sulaeman di Singaparna serta Ukas di Rancaekek.
Dampingi Tokoh NU
Sulit ditemukan informasi terkait pertemuan antara Hadidjah dan Imron Rosyadi hingga menikah. Sekitar dua tahun lalu, keluarga Soemadilaga menunjukkan album foto keduanya. Di dalamnya terdapat foto pernikahan dengan tulisan tanggal 30 Agustus, namun tahunnya tidak jelas—kemungkinan 1951 atau 1953. Melihat rentang karier Imron yang kembali dari luar negeri antara 1947–1952, pernikahan kemungkinan besar berlangsung pada 1953, tahun awal ia aktif di NU melalui GP Ansor.
Pimpinan Muslimat NU
Sebagai istri tokoh, Hadidjah sering mendampingi suami di berbagai acara, baik NU maupun kenegaraan, di dalam dan luar negeri. Namun ia juga memiliki aktivitas mandiri. Di antaranya aktif di Federation Asian Women Association (FAWA). Dalam undangan Konferensi FAWA tahun 1970 di Tokyo (1–3 Juli), Hadidjah berfoto dengan para utusan FAWA dari berbagai negara Asia.
Dokumentasi keluarga lainnya berupa potongan koran tahun 1970-an menyebutkan Hadidjah menjenguk KH Moch Ilyas di RS Cipto Mangunkusumo. Saat itu KH Ilyas adalah Wakil Ketua DPA (1968–1973). Hadidjah menjenguk sepulang dari Konferensi FAWA dan menyampaikan salam dari umat Islam di Jepang yang jumlahnya saat itu mencapai 10 ribu orang.
Beberapa koran menyebut Hadidjah sebagai pengurus Pimpinan Muslimat NU, meski tidak menyebutkan jabatannya secara rinci. Ia aktif di masa Ketua Umum Hj. Mahmudah Mawardi dan Hj. Asmah Sjahroeni.
Sebelumnya, saat KH Imron Rosyadi menjadi Ketum GP Ansor, Hadidjah juga tampak aktif di Fatayat NU. Ditemukan pula dokumentasi kehadirannya di acara Fatayat, meskipun belum bisa dipastikan posisinya saat itu.
Kewafatan
Ny. Hj. Hadidjah mendampingi KH Imron Rosyadi hingga wafat pada 1993. Saat itu, KH Imron menjabat Mustasyar PBNU di masa kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH Ilyas Ruhiat.
Ny. Hj. Hadidjah wafat pada Maret 2014. Keduanya dimakamkan di Pemakaman Soemadilaga, Cikuya, Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Berita Terpopuler
- Wagub Lampung Jihan Nurlela Tinjau Pasar Murah Muslimat NU di Natar
- PPRQ Metro Gelar Harlah ke-24 Teguhkan Komitmen Santri
- Curanmor Teror Jati Agung: Enam Motor Hilang, CCTV Tak Efektif
- KH Bisri Syansuri (3-Habis): Bahtsul Masail Sampai Tua, Kewafatan, dan Kesaksian Tokoh
- Rohana Kudus, Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Pejuang Kesetaraan Perempuan