NU MEDIA JATI AGUNG

🗓️ 10, Juni 2025   |   ✍️ Editor

NU MEDIA JATI AGUNG, Jakarta – Dinasti politik kembali menjadi sorotan dalam perpolitikan Indonesia. Para pengamat dan akademisi memberikan pandangan tentang definisi, dampak negatif, dan penyebab munculnya fenomena ini.

Definisi Dinasti Politik

Martien Herna Susanti, pengajar Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang (Unnes), dalam jurnal Dinasti Politik dalam Pilkada di Indonesia, membedakan antara “dinasti politik” dan “politik dinasti”.

Dinasti politik: Sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena hanya mengandalkan hubungan darah atau keturunan.

Politik dinasti: Proses regenerasi kekuasaan oleh golongan tertentu (seperti keluarga elite) untuk mempertahankan kekuasaan.

“Dinasti politik adalah musuh demokrasi karena dalam demokrasi, rakyatlah yang memilih pemimpinnya,” tegas Martien.

Jason Synder, pengajar di Georgetown University Law Center, dalam jurnal Political Dynasties, menyatakan bahwa dinasti politik menjadi perhatian serius di banyak negara demokrasi, termasuk Indonesia. Menurutnya, hal ini bisa menghambat akses politik yang adil bagi masyarakat luas karena menghalangi proses kaderisasi yang seharusnya terbuka.

Dampak Negatif Dinasti Politik

Ari Dwipayana, pengajar di Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), menyebut dinasti politik sebagai bentuk neopatrimonialisme, yakni kontrol politik melalui hubungan kekeluargaan atau personal yang erat.
Menurutnya, dinasti politik bertentangan dengan prinsip demokrasi yang ideal—di mana kekuasaan harus berdasarkan kompetensi dan kehendak rakyat.

Ia menambahkan, jika praktik ini terus meluas, terutama dalam pilkada dan pemilu legislatif, maka:

Proses rekrutmen dan kaderisasi partai politik bisa macet.

Meningkatnya korupsi terhadap sumber daya alam dan lingkungan.

Terjadi kebocoran pendapatan daerah.

APBD dan APBN rawan disalahgunakan.

Penyebab Munculnya Dinasti Politik

Ari mengungkapkan tiga faktor utama munculnya dinasti politik:

1. Ambisi pribadi atau keluarga untuk mempertahankan kekuasaan.

2. Kelompok terorganisasi yang membentuk jaringan kekuasaan dan pengikut.

3. Kolaborasi antara penguasa dan pengusaha, menggabungkan kekuatan politik dan modal.