
Ulama Besar dalam Mazhab Syafi’i
NU MEDIA JATI AGUNG, – Jika mencari teladan ulama yang memulai perjalanan intelektual di usia lanjut, Syekh Izzuddin bin Abdissalam adalah sosok yang patut dicontoh. Ulama tersohor dalam mazhab Syafi’i ini menguasai banyak ilmu sehingga para ulama menyebut pendapatnya dalam kitab-kitab klasik maupun kontemporer.
Syekh Khairuddin ad-Dimisyqi menegaskan bahwa dalam mazhab Syafi’iyah, Syekh Izzuddin mencapai derajat mujtahid. Ia tampil sebagai ahli fiqih (fuqaha), mufassir (ahli tafsir), dan muhaddits (ahli hadits). Para ulama kemudian memberinya gelar sulthanul ulama atau rajanya para ulama karena sumbangsihnya yang besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam fiqih.
Nama Lengkap dan Gelar
Nama lengkapnya ialah Imam bin Abdul Aziz bin Abdussalam bin Abul Qasim bin Hasan as-Sulami ad-Dimisyqi asy-Syafi’i. Meskipun bernama Abdul Aziz, masyarakat lebih mengenalnya dengan julukan Izzuddin atau al-Izz. Warga Damaskus pada masa itu menambahkan gelar keagungan pada nama para ulama, sehingga ia lebih dikenal sebagai Izzuddin bin Abdissalam atau al-Izz bin Abdissalam.
Syekh Abu Bakar bin Syuhbah mencatat bahwa Izzuddin lahir di Damaskus pada tahun 577 H/1181 M. Ia wafat pada malam Sabtu, 9 Jumadal Ula 660 H/1262 M, lalu keluarga dan muridnya memakamkannya di al-Qarafah al-Kubra, Mesir.
Latar Belakang Keluarga
Syekh Izzuddin tumbuh di keluarga miskin. Orang tuanya tidak berasal dari keturunan ulama atau bangsawan. Imam Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat as-Syafi’iyah Kubra menggambarkan bagaimana Izzuddin berjuang keras menuntut ilmu.
Karena kondisi ekonomi sulit, Izzuddin baru belajar secara serius ketika dewasa. Ia tidur di emperan Masjid Agung Umayah di Damaskus karena tidak memiliki rumah maupun bekal. As-Subki menulis:
كَانَ الشَّيْخُ عِزُّ الدِّيْنِ فِي أَوَّلِ أَمْرِهِ فَقِيْرًا جِدًّا وَلَمْ يَشْتَغِلْ إِلَّا عَلَى كِبَرٍ
“Pada masa awal pertumbuhannya, Syekh Izzuddin hidup sangat miskin dan baru menekuni ilmu ketika usia tua.”
Mimpi Basah dan Awal Futuh
Suatu malam dingin, Izzuddin bermimpi basah ketika tidur di masjid. Ia segera mandi meski air sangat dingin. Kejadian itu terulang tiga kali hingga membuat tubuhnya pingsan. Pada saat itu, ia mendengar suara gaib:
يَا ابْنَ عَبْدِ السَّلَامِ أَتُرِيْدُ الْعِلْمَ أَمِ الْعَمَلَ
“Wahai Ibn Abdussalam, apa yang engkau kehendaki, ilmu atau amal?”
Syekh Izzuddin menjawab, “Aku menghendaki ilmu, karena dengan ilmu aku bisa beramal.” Setelah peristiwa itu, Allah memberinya futuh, yaitu pemahaman yang terbuka tanpa melalui proses panjang. Ia segera menghafal kitab at-Tanbih karya Imam asy-Syairazi dalam waktu singkat dan menimba ilmu dari ulama besar seperti Syekh Syaifuddin al-Amid serta Imam Fakhruddin Ibnu Asakir.
Teladan Bagi Penuntut Ilmu
Kisah ini menunjukkan bahwa sebelum memperoleh futuh, Izzuddin berusaha keras menuntut ilmu meski dalam keterbatasan. Ia membuktikan bahwa siapa pun bisa menjadi alim, sekalipun berasal dari keluarga miskin.
Semangat belajarnya membuatnya menguasai fiqih, hadits, ushul fiqih, balaghah, tafsir, dan cabang ilmu lainnya. Banyak ulama menilai bahwa ia telah mencapai derajat mujtahid.
Ulama Produktif dengan Banyak Karya
Syekh Izzuddin tidak hanya menguasai banyak disiplin ilmu, ia juga menulis karya-karya monumental. Dalam tafsir, ia menulis Tafsir al-Kabir li Ibn Abdissalam. Dalam fiqih, ia melahirkan al-Ilmam fi Adillatil Ahkam, Qawaidusy Syari’ah al-Fawaid, dan karya terkenalnya Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam.
Ia juga menghasilkan karya lain, seperti al-Fatawa Syekh al-Izz, al-Ghayah fi Ikhtisharin Nihayah, al-Isyarah ilal Ijaz fi Ba’di Anwa’il Majaz, Masailuth Thariqah, al-Farqu Bainal Islam wal Iman, dan Maqashidur Ri’ayah.
Penutup
Biografi Syekh Izzuddin bin Abdissalam memberi pelajaran bahwa keterbatasan ekonomi tidak bisa menghalangi seseorang untuk menjadi ulama besar. Ketekunan, cita-cita tinggi, dan ketulusan menjadikannya dikenang sebagai Sulthanul Ulama.
Berita Terpopuler
- Wagub Lampung Jihan Nurlela Tinjau Pasar Murah Muslimat NU di Natar
- PPRQ Metro Gelar Harlah ke-24 Teguhkan Komitmen Santri
- Curanmor Teror Jati Agung: Enam Motor Hilang, CCTV Tak Efektif
- KH Bisri Syansuri (3-Habis): Bahtsul Masail Sampai Tua, Kewafatan, dan Kesaksian Tokoh
- Rohana Kudus, Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Pejuang Kesetaraan Perempuan