
JAKARTA, NU MEDIA JATI AGUNG, — Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia kembali mengguncang publik dengan pengumuman terbaru dalam skandal megakorupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di tubuh PT Pertamina (Persero). Kali ini, nama besar kembali mencuat: Mohammad Riza Chalid, seorang pengusaha minyak yang dikenal luas di kalangan elit bisnis energi Indonesia, ditetapkan sebagai tersangka dan kini berstatus buron.
Penetapan Riza sebagai tersangka dilakukan pada Kamis, 10 Juli 2025, bersamaan dengan delapan nama lain dari jajaran direksi, wakil presiden, hingga pejabat strategis di berbagai anak perusahaan Pertamina. Mereka diduga terlibat dalam praktik penyewaan ilegal dan penggelapan aset Terminal BBM Tangki Merak—sebuah skema yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 285 triliun.
Satu dari Sembilan, tapi Tak Tersentuh
Dari sembilan tersangka terbaru yang diumumkan Kejagung, Riza Chalid menjadi satu-satunya yang belum berhasil diamankan. Delapan lainnya telah ditahan untuk proses penyidikan selama 20 hari ke depan. Ketidakhadiran Riza dalam proses hukum ini bukan tanpa alasan—pengusaha minyak yang kerap dijuluki “saudagar minyak” itu diduga telah meninggalkan Indonesia jauh sebelum status tersangkanya diumumkan.
Direktur Penyidikan Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Riza Chalid yang tercatat sebagai beneficial owner PT Orbit Terminal Merak itu telah tiga kali dipanggil secara patut sebagai saksi, namun tidak pernah hadir. Berdasarkan hasil pelacakan Kejagung dan informasi dari berbagai instansi, Riza diduga kuat berada di luar negeri, kemungkinan besar di Singapura.
Jejak Bisnis dan Jejak Kasus
Nama Riza Chalid bukan nama baru dalam pusaran kontroversi. Ia sempat mencuat dalam kasus “Papa Minta Saham” tahun 2015, yang menyeret nama besar pejabat tinggi dan membuka tabir hubungan gelap antara pengusaha dan kekuasaan. Kini, satu dekade berselang, ia kembali disorot publik kali ini dalam skandal besar yang melibatkan penyewaan terminal BBM secara ilegal dan manipulasi kontrak.
Riza disebut bekerja sama dengan tiga pejabat strategis Pertamina, yakni:
Hanung Budya (HB) – Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (2014),
Alfian Nasution (AN) – VP Supply & Distribusi PT Pertamina (2011–2015),
Gading Ramadhan Joedo (GRJ) – Dirut PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.
Mereka diduga menyepakati penyewaan Terminal BBM Tangki Merak secara melawan hukum, tanpa kebutuhan nyata dari Pertamina dan dengan harga yang tidak wajar.
Ayah dan Anak dalam Satu Skandal
Ironisnya, skandal ini tidak hanya menyeret Riza sebagai tokoh senior, tetapi juga anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka sejak Februari 2025. MKAR merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, perusahaan yang turut terlibat dalam rantai distribusi ilegal ini.
Hubungan keluarga antara Riza dan Kerry menyoroti bagaimana praktik nepotisme dan bisnis dalam lingkaran keluarga bisa memuluskan jalan korupsi dalam skala besar.
Pengejaran Internasional: Dari Jakarta hingga Singapura
Kejagung tidak tinggal diam. Koordinasi dilakukan dengan berbagai lembaga, termasuk Kementerian Hukum dan HAM (Imigrasi) dan perwakilan Kejaksaan RI di Singapura. Riza Chalid sudah resmi dicekal dan masuk daftar pencarian orang. Namun, penangkapan di luar negeri tentu tidak mudah. Kejagung menegaskan bahwa berbagai langkah hukum sedang ditempuh untuk memastikan Riza segera diboyong ke Indonesia guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Apakah yang bersangkutan akan dinyatakan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang), akan dilihat dari sikapnya terhadap panggilan penyidikan berikutnya,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.
Refleksi: Ketika Bisnis Minyak Tak Lagi Transparan
Kasus ini mencerminkan betapa rumit dan kotornya dunia tata kelola energi di Indonesia. Di balik harga BBM yang sering menjadi polemik publik, tersimpan berbagai praktik manipulasi dan kepentingan pribadi yang merugikan negara dalam jumlah fantastis.
Kehadiran Riza Chalid dalam skema ini, sekali lagi, memperlihatkan bahwa korupsi di sektor strategis seperti energi melibatkan tokoh-tokoh kuat yang sulit disentuh hukum. Namun Kejagung kini menunjukkan tekad untuk membongkar seluruh jaringan mafia migas tak peduli siapa pun yang terlibat.