NU Jati Agung

🗓️ Juni 10, 2025   |   ✍️ Redaksi

NU MEDIA JATI AGUNG, – Indonesian Audit Watch (IAW) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah tegas mengusut potensi kerugian negara akibat praktik penghapusan kuota internet hangus tanpa pelaporan yang akuntabel. Organisasi ini juga menyoroti dugaan penyimpangan serius di tubuh anak perusahaan salah satu BUMN digital terbesar di Indonesia.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, mengungkapkan keprihatinannya terhadap sistem kuota data yang berlaku sejak 2009. Ia menyebut bahwa kebijakan hangusnya sisa kuota internet yang telah dibayar konsumen, namun tidak digunakan dan tidak tercatat, bisa berpotensi merugikan keuangan negara secara sistematis dan massif.

> “Tidak ada regulasi atau mekanisme pelaporan keuangan yang mewajibkan pencatatan nilai kuota hangus. Ini berpotensi menjadi praktik manipulatif dan merugikan keuangan negara,” ujar Iskandar, Kamis (29/5/2025).

Berdasarkan kajian IAW, potensi kerugian masyarakat mencapai Rp63 triliun per tahun, yang berarti akumulasi kerugian lebih dari Rp600 triliun selama satu dekade terakhir.

Dugaan Pelanggaran Undang-Undang

IAW menyebut bahwa praktik ini berpotensi melanggar beberapa Undang-Undang berikut:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
– Mengharuskan setiap potensi penerimaan dan pengeluaran negara, termasuk dari BUMN, untuk dicatat secara akuntabel dan transparan.

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN,
– Menyebut bahwa BUMN wajib mengelola usaha secara transparan, efisien, dan bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
– Melarang pelaku usaha untuk tidak memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang barang dan/atau jasa.

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) beserta perubahannya,
– Bisa dikenakan bila ada penyalahgunaan data atau pelaporan digital yang menyesatkan publik.

Dampak dari Praktik Kuota Hangus

Kerugian Finansial Rakyat: Puluhan juta pelanggan harus merelakan kuota yang telah dibayar hangus begitu saja tanpa kompensasi.

Turunnya Kepercayaan Publik: Jika tidak segera ditindak, publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap BUMN digital maupun regulator.

Celah Korupsi Sistemik: Tidak adanya sistem pelaporan dan audit atas kuota hangus membuka peluang korupsi dan manipulasi data.

Kerugian Negara Secara Tidak Langsung: Uang rakyat yang seharusnya menjadi potensi belanja atau konsumsi ekonomi produktif menguap tanpa jejak.

Iskandar juga menyinggung kasus yang tengah diselidiki Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait pengadaan perangkat oleh anak usaha BUMN tersebut, yang menurutnya dapat menjadi indikasi praktik korupsi berulang.

 “Belum pernah ada audit forensik menyeluruh terhadap aktivitas anak usaha ini sejak fase transformasi digital BUMN dimulai,” tegasnya.

IAW meminta agar Presiden Prabowo, melalui Kementerian BUMN dan Kominfo, segera memerintahkan audit menyeluruh serta membenahi sistem pelaporan kuota hangus di seluruh penyedia layanan internet.

Tak hanya itu, IAW juga mendorong KPK dan Kejaksaan Agung untuk memperluas penyidikan terhadap praktik bisnis kuota hangus sejak tahun 2010. Selain itu, IAW menyarankan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit tematik nasional terkait sistem bisnis kuota hangus yang dilakukan oleh seluruh provider.

 “Kami berharap Presiden Prabowo, BPK, KPK, dan Kejagung segera mengambil tindakan konkret demi keadilan publik dan akuntabilitas sektor digital nasional,” pungkas Iskandar.