NU MEDIA JATI AGUNG

MWCNU JATI AGUNG
NU MEDIA JATI AGUNG
Edisi
Advetorial
Opini
Donasi
🗓️ 7, September 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

Guru Marzuki, Mahaguru Ulama Betawi

NU MEDIA JATI AGUNG, – KH Ahmad Marzuki bin Mirsod atau Guru Marzuki merupakan salah satu ulama besar di tanah Betawi. Para murid dan keluarganya memakamkan beliau di Cipinang Muara, Jakarta Timur. Pada abad ke-19 hingga abad ke-20, ia tampil sebagai mahaguru yang membimbing banyak ulama dan pejuang dakwah di Batavia.

Murid-muridnya kemudian meneruskan estafet dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya. Masyarakat juga mengenal Guru Marzuki sebagai tokoh yang aktif berdakwah sekaligus menulis berbagai karya keislaman. Karya-karya tersebut menunjukkan kontribusi nyata ulama Betawi dalam menjaga nilai Islam melalui tradisi intelektual.

Tradisi Intelektual dan Pemikiran Teologi

Guru Marzuki berpegang pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Ia mengikuti aliran Asy’ariyah-Maturidiyah dalam teologi, bermazhab Syafi’i dalam fiqih, serta menekuni tasawuf dengan merujuk pada pemikiran Imam al-Ghazali dan al-Baghdadi.

Ketika menuntut ilmu di Mekkah, Guru Marzuki berguru kepada Syekh Mahfudz Termas, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan Syekh Umar Syatha. Ia menyerap keilmuan mereka yang berpijak pada manhaj Aswaja, lalu mengajarkannya kembali kepada murid-murid di tanah air.

Karya-Karya Keislaman Guru Marzuki

Guru Marzuki menulis sejumlah karya penting di bidang teologi, antara lain:

  • Zahr al-Basatin fi Bayan al-Dala’il wa al-Burhan

  • Sabil al-Taqlid fi ‘Ilm al-Tauhid

  • Siraj al-Mubtadi fi Usul al-Din al-Muhammadi

Dalam Siraj al-Mubtadi, Guru Marzuki menyebut risalah tersebut sederhana tetapi sangat bermanfaat. Kitab itu berisi kaidah Ahlussunnah wal Jamaah yang dapat dipahami secara praktis oleh umat Islam.

Pandangan tentang Istilah “Kafir”

Peringatan untuk Tidak Mudah Mengkafirkan

Penelitian Agus Iswanto (2016) berjudul Antara Ketaatan Beragama dan Toleransi Sosial mengungkapkan sikap Guru Marzuki yang moderat dalam memaknai istilah kafir. Beliau mengingatkan agar umat Islam tidak mudah mengkafirkan seseorang selama ia masih mengakui iman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dalam Zahr al-Basatin, Guru Marzuki menulis:

“…Tetapi tiada harus mengkafirkan orang Muslim melainkan setelah tahqiq (pasti) kafirnya, karena kebanyakan yang menjadi kafir itu kembalinya kepada qasad (niat) dengan hati. Dan qasad dengan hati itu tiada dapat diketahui.”

Dalam Siraj al-Mubtadi, ia juga menegaskan:

“…Tetapi jika mengaku bahwa ia orang Islam dan bertingkah laku orang Islam, maka wajib atas kita adab akan dia sebagai kita adab kepada orang Islam, seperti memberi hormat akan dia dan lain-lainnya daripada adab yang patut bagi orang Islam. Karena tiada harus mengkafirkan orang mengaku orang Islam sekalipun ada ia kafir pada Allah Ta’ala.”

Tiga Batasan Status Kekafiran

Menurut penjelasan Iswanto, Guru Marzuki hanya membatasi status kafir pada tiga hal:

  1. Perkataan yang jelas-jelas mengingkari Allah dan Rasul-Nya, misalnya menolak ayat Al-Qur’an.

  2. Sikap mempermainkan hukum-hukum syariat dengan tujuan meremehkannya.

  3. Perbuatan menyembah makhluk dengan keyakinan mengagungkan selain Allah.

Meski demikian, beliau tetap menekankan bahwa niat (qasad) menjadi kunci utama. Status kafir tidak dapat ditetapkan tanpa kepastian niat seseorang, sebab hanya Allah yang mengetahui isi hati manusia.

Kehati-Hatian dalam Vonis Kafir

Guru Marzuki juga menyebut bahwa status kafir secara pasti hanya berlaku bagi mereka yang jelas-jelas tidak meyakini prinsip iman, seperti penganut Nasrani dan Yahudi.

Pemikiran ini sejalan dengan ajaran Imam Abu Hasan al-Asy’ari dalam al-Ibanah fi Usul al-Diyanah. Al-Asy’ari menegaskan pentingnya kehati-hatian dengan berkata:

“Jangan mengafirkan sesama Muslim karena perbuatan dosa yang dilakukannya selagi ia tidak menghalalkannya.”

Moderasi sebagai Prinsip Utama

Sikap Guru Marzuki yang tidak mudah memvonis kafir mencerminkan nilai tawassuth (moderat). Prinsip ini penting diterapkan di tengah maraknya radikalisme atas nama agama.

Pemikirannya menegaskan bahwa vonis kafir tidak boleh dijatuhkan secara gegabah, sebab bisa menimbulkan fitnah dan perpecahan. Oleh karena itu, diperlukan klarifikasi dan pembuktian yang adil.

Relevansi Pemikiran Guru Marzuki Hari Ini

Menghidupkan kembali karya-karya Guru Marzuki berarti menjaga tradisi intelektual ulama Nusantara. Lebih dari itu, pemikirannya dapat menjadi pedoman untuk menguatkan prinsip moderasi beragama.

Di tengah masyarakat yang beragam, sikap moderat sangat penting agar umat Islam tetap mengedepankan toleransi dan kehati-hatian. Dengan cara ini, tradisi keislaman Nusantara tetap terjaga sekaligus mampu menjawab tantangan zaman.