NU MEDIA JATI AGUNG

MWCNU JATI AGUNG
NU MEDIA JATI AGUNG
Edisi
Advetorial
Opini
Donasi
🗓️ 12, September 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

Komisioner KPAI Aris Adi Leksono

KPAI Desak Polisi

JAKARTA, NU MEDIA JATI AGUNG, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Kepolisian Republik Indonesia segera membebaskan 134 anak yang masih berada dalam tahanan usai mengikuti aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025. Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, langsung menyampaikan desakan itu. Ia menegaskan bahwa aparat harus menjadikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak sebagai landasan utama dalam setiap penanganan perkara.

Aris meminta kepolisian melengkapi kebijakan mereka dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) khusus anak agar aparat tidak melakukan praktik kekerasan maupun pelanggaran hak anak. “Segera bebaskan peserta aksi anak-anak yang polisi tangkap dan tahan, baik di Polda, Polres, maupun Polsek. Kepolisian perlu menyusun SOP penanganan anak dengan mengedepankan hak anak sejak tahap awal interaksi dengan polisi,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).

Data Penangkapan Anak dalam Aksi Demonstrasi

KPAI mencatat polisi menangkap 2.563 anak dalam aksi demonstrasi yang berlangsung pada 25–31 Agustus 2025 di berbagai daerah di Indonesia. Dari jumlah itu, aparat memulangkan 2.429 anak kepada orang tua masing-masing. Sementara itu, polisi masih menahan 134 anak di sejumlah kantor kepolisian.

Aris menjelaskan bahwa anak-anak yang polisi tahan berasal dari kalangan pelajar SMP hingga SMA/K. Aparat menangkap mereka di berbagai wilayah, mulai dari Pulau Jawa, Bali, hingga beberapa daerah lain. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius karena proses hukum yang berjalan belum sepenuhnya mengedepankan prinsip perlindungan anak.

Dugaan Kekerasan terhadap Anak

Selain persoalan penahanan, KPAI menemukan dugaan kekerasan terhadap sejumlah anak. Temuan itu muncul dari hasil pemantauan langsung di beberapa kantor polisi.

“Di beberapa kantor polisi, kami menemukan lebam di tubuh anak-anak. Dugaan kuat aparat melakukan kekerasan terhadap mereka,” jelas Aris.

Ia menambahkan bahwa sebagian aparat belum memahami tata cara memperlakukan anak yang berhadapan dengan hukum. Padahal, Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak sudah mengatur hal tersebut dengan jelas.

Hambatan Akses Keluarga dan Bantuan Hukum

Selain indikasi kekerasan, KPAI juga menemukan hambatan dalam akses komunikasi antara anak dengan keluarga maupun pendamping hukum. Kondisi ini bertentangan dengan hak dasar anak yang tetap berlaku meskipun mereka menjalani proses hukum.

“Kami mendampingi sejumlah keluarga dan menemukan pembatasan komunikasi. Bahkan, aparat juga menghambat akses bantuan hukum,” kata Aris.

Rincian Anak yang Ditahan di Berbagai Daerah

KPAI merinci jumlah anak yang aparat pulangkan dan yang masih mereka tahan di berbagai daerah. Berikut data yang dihimpun:

  • Malang: polisi memulangkan 21 anak.
  • Denpasar: polisi memulangkan 76 anak, masih menahan 5 anak.
  • Yogyakarta: polisi memulangkan 24 anak.
  • Kota Semarang: polisi memulangkan 1.288 anak, masih menahan 7 anak.
  • Bogor: polisi memulangkan 197 anak.
  • Banyumas: polisi memulangkan 38 anak.
  • Kebumen: polisi memulangkan 98 anak.
  • Cilacap: polisi masih menahan dan membina 78 anak.
  • Bandung: polisi memulangkan 37 anak.
  • Tasikmalaya: polisi masih menahan 20 anak.
  • Kediri: polisi masih menahan 14 anak.
  • Surabaya: polisi memulangkan 8 anak, masih menahan 10 anak.
  • Bekasi: polisi memulangkan 23 anak.

 

Data ini menunjukkan mayoritas anak sudah kembali ke rumah, tetapi puluhan lainnya masih menghadapi proses pembinaan dan penahanan.

Pentingnya SOP Perlakuan Anak

KPAI menegaskan bahwa setiap aparat penegak hukum harus memahami posisi anak yang berhadapan dengan hukum. Anak bukan sekadar pelanggar, melainkan individu dengan hak istimewa sesuai peraturan perundang-undangan.

“Anak tidak boleh diperlakukan seperti orang dewasa. Kepolisian perlu memiliki SOP yang jelas agar aparat tidak melakukan kekerasan maupun pelanggaran hak anak,” tutur Aris.

KPAI berharap SOP tersebut mencakup prosedur penangkapan, penahanan, pemeriksaan, hingga pembinaan bagi anak. Dengan demikian, kepolisian dapat menghindari tindakan yang berpotensi mencederai hak dasar anak.

Seruan kepada Aparat Penegak Hukum

KPAI mengingatkan aparat kepolisian untuk menempatkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak sebagai prioritas utama. Hal ini penting agar anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi tetap memperoleh perlindungan hukum tanpa kehilangan hak dasar mereka.

“Kami mendesak seluruh aparat memahami dan menjalankan aturan yang berlaku. Anak adalah generasi penerus bangsa, bukan objek kekerasan,” tegas Aris.

Ajakan untuk Pemerintah dan Masyarakat

Selain mendesak kepolisian, KPAI juga mengajak pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi anak dalam setiap aspek kehidupan, termasuk saat terjadi demonstrasi.

Aris menekankan perlunya pendidikan politik dan kesadaran sosial anak diarahkan ke jalur konstruktif. Dengan begitu, keterlibatan anak dalam aksi massa dapat berkurang dan tidak menimbulkan dampak hukum yang merugikan mereka.