
Mengenal KH Hasan Abdul Wafi
NU MEDIA JATI AGUNG, – KH Hasan Abdul Wafi, pencipta Shalawat Nahdliyah, lahir di Pamekasan, Madura tahun 1923. Beliau wafat pada Rabu, 31 Juli 2000 di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Putra dari KH Miftahul Arifin ibn Kiai Hadu dan Nyai Lathifah binti Kiai Jamaluddin ibn Kiai Ruham ini memiliki garis keturunan ulama besar yang dekat dengan KH R. As’ad Syamsul Arifin.
Hubungan Kekerabatan dan Silsilah
Jika dirunut dari jalur ayah, KH Hasan Abdul Wafi merupakan sepupu KH As’ad Syamsul Arifin (1897-1990). Sementara dari jalur ibu, ia adalah keponakan KH As’ad. Beliau juga menjadi menantu KH Zaini Mun’im, pendiri dan pengasuh pertama Pesantren Nurul Jadid. Pernikahannya dengan Nyai Aisyah binti KH Zaini Mun’im memperkuat ikatan keluarga dan keilmuan di lingkungan pesantren.
Perjalanan Pendidikan dan Sanad Keilmuan
Sejak kecil, KH Hasan Abdul Wafi sudah menekuni pendidikan agama. Setelah orang tuanya wafat, beliau melanjutkan belajar ke Pesantren Banyuanyar Pamekasan di bawah asuhan KH Abdul Madjid. Kemudian, perjalanan ilmunya berlanjut ke Sidoarjo, Jombang, hingga ke Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Dari Banyuanyar ke Krapyak
Di Banyuanyar, KH Hasan Abdul Wafi bertemu tradisi keilmuan fikih dan tasawuf. Lalu, di Pesantren Krapyak Yogyakarta, beliau memperdalam ilmu qiraat dari ahlul Qur’an. Perjalanan panjangnya menunjukkan semangat menuntut ilmu hingga ke berbagai pesantren besar di Jawa.
Peran di Pesantren Nurul Jadid
Pada tahun 1956, KH Hasan Abdul Wafi kembali ke Probolinggo dan membantu KH Zaini Mun’im mendirikan serta mengembangkan Pondok Pesantren Nurul Jadid. Beliau berperan besar dalam membangun pesantren, baik dari sisi pendidikan maupun dakwah. Tahun 1957, beliau menikah dengan Nyai Aisyah Zaini Mun’im, dan dikaruniai 12 anak, salah satunya KH Kholilurrahman yang pernah menjadi Bupati Pamekasan.
Kiprah di Nahdlatul Ulama
KH Hasan Abdul Wafi aktif berorganisasi di NU. Mengikuti langkah KH Zaini Mun’im, beliau memilih NU sebagai wadah perjuangan. Bahkan, KH Hasan pernah menjabat Rais Syuriah PCNU Kraksaan. Setelah NU kembali ke khittah 1926 pada tahun 1983, beliau lebih fokus menjadikan NU sebagai media dakwah dan pendidikan masyarakat.
Dakwah dan Komitmen Ke-NU-an
Dalam dakwahnya, KH Hasan Abdul Wafi berkeliling dari desa ke desa menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah. Beliau memiliki semboyan terkenal bahwa masyarakat harus memiliki pengetahuan setara “S2”, yakni Sullam Safinah.
Diskusi Ilmiah dan Bahtsul Masail
KH Hasan sering terlibat dalam forum bahtsul masail NU, baik di tingkat PCNU, PWNU, maupun Muktamar. Dalam beberapa forum, beliau kerap terlibat diskusi akademis yang tajam, termasuk dengan tokoh NU seperti Prof. Dr. KH Sjechul Hadi Permono. Walaupun perdebatan sering sengit, selalu diakhiri dengan suasana ukhuwah.
Warisan Shalawat Nahdliyah
Komitmen KH Hasan Abdul Wafi terhadap NU juga tercermin dari karyanya, yaitu Shalawat Nahdliyah. Hingga kini, shalawat tersebut berkumandang di berbagai daerah sebagai penguat identitas keislaman warga Nahdlatul Ulama.
Penutup
KH Hasan Abdul Wafi dikenang sebagai ulama alim, teguh pendirian, dan setia pada perjuangan NU. Perjalanan hidupnya menjadi teladan, terutama melalui Shalawat Nahdliyah yang diwariskan kepada umat.
Berita Terpopuler
- Wagub Lampung Jihan Nurlela Tinjau Pasar Murah Muslimat NU di Natar
- PPRQ Metro Gelar Harlah ke-24 Teguhkan Komitmen Santri
- Curanmor Teror Jati Agung: Enam Motor Hilang, CCTV Tak Efektif
- Rohana Kudus, Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Pejuang Kesetaraan Perempuan
- KH Bisri Syansuri (3-Habis): Bahtsul Masail Sampai Tua, Kewafatan, dan Kesaksian Tokoh