NU MEDIA JATI AGUNG

MWCNU JATI AGUNG
NU MEDIA JATI AGUNG
Edisi
Advetorial
Opini
Donasi
🗓️ 7, September 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

Latar Belakang dan Keluarga

NU MEDIA JATI AGUNG, – KH Ahmad Nashoha, yang awalnya bernama Ahmad Nasikhah, lahir sekitar tahun 1894 di Dukuh Wonoyoso, Bumirejo, Kebumen. Masyarakat Kebumen mengenalnya dengan sebutan Mbah Nashoha. Ia merupakan putra KH Muhammad Isma’il, cucu dari Kiai Muhammad Iman, pengasuh Masjid Saka Tunggal di Pekuncen, Gombong.

KH Muhammad Isma’il, ayah beliau, pindah ke Bumirejo atas dawuh seorang prajurit Pangeran Diponegoro bernama Mbah Dipaleksana. Di sana, beliau ditugaskan menjaga sebuah masjid yang hingga kini dikenal sebagai Masjid Jami’ Salafiyah. Masjid ini masih berdiri di kompleks Pondok Pesantren Salafiyah Wonoyoso.

Perjalanan Menuntut Ilmu

Sejak kecil, KH Ahmad Nashoha tekun menuntut ilmu. Ia pertama kali belajar agama kepada ayahnya, lalu melanjutkan pengembaraan intelektual ke berbagai pesantren di Jawa. Ia menimba ilmu di Pesantren Demesan Magelang, Mangkang Semarang, hingga Darul Hikmah Banyumas.

Ia juga berguru di Pesantren Tebuireng langsung kepada pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari. Setelah itu, ia melanjutkan studi ke Mekkah selama empat tahun. Ketekunannya membuat masyarakat kemudian menghormatinya sebagai ulama alim dan disegani.

Mendirikan Pesantren Salafiyah

Pada 1922, KH Ahmad Nashoha mendirikan Pesantren Salafiyah di Wonoyoso. Ia menerapkan metode salaf seperti sorogan dan bandungan. Pada 1951, menantunya KH Fathurrohman mengembangkan metode madrasah.

Selain mengajar, KH Ahmad Nashoha juga menjalani tirakat dan uzlah. Ia pernah berdiam diri di hutan Kumbangkangkung, Gunung Grenggeng. Menurut putrinya, Nyai Fatmah, karomah Mbah Nashoha tampak saat beliau menancapkan jari ke tanah hingga memancarkan air untuk berwudhu.

Perjuangan Melawan Penjajahan

KH Ahmad Nashoha ikut berjuang melawan kolonial Belanda. Menurut kesaksian KH Muhdi Ali, keponakannya, beliau berangkat ke Ambarawa untuk membebaskan kiai yang ditahan Belanda.

Beliau membawa tongkat kecil mirip tombak yang diyakini pemberian Sunan Kalijaga. Dengan senjata itu, beliau menundukkan penjaga tahanan dan berhasil membebaskan para kiai.

Peran di Nahdlatul Ulama

Tahun 1936, KH Ahmad Nashoha menerima dawuh KH Hasyim Asy’ari untuk mendirikan PCNU Kebumen. Ia pun menjabat Rais Syuriyah pertama. Ia menempatkan sekretariat awal di Pesantren Salafiyah Wonoyoso.

Sejarah mencatat KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, dan Gus Dur kecil pernah hadir di Kebumen pada sebuah acara NU. Kehadiran mereka menjadi isyarah kuat tumbuhnya NU di Kebumen. Gus Dur bahkan menyebut Kebumen sebagai daerah “jalur hijau” NU di Jawa Tengah selatan.

Warisan dan Generasi Penerus

KH Ahmad Nashoha wafat pada 1966 saat berusia 70 tahun. Menantunya KH Fathurrohman sempat melanjutkan kepemimpinan Pesantren Salafiyah. Setelah itu, kepemimpinan jatuh kepada cucunya, KH Muntaha Mahfudz (Gus Taha). Hingga kini, Gus Taha melanjutkan perjuangan sang kakek dan tercatat sebagai A’wan Syuriyah PCNU Kebumen periode 2018–2023.