NU MEDIA JATI AGUNG

MWCNU JATI AGUNG
NU MEDIA JATI AGUNG
Edisi
Advetorial
Opini
Donasi
🗓️ 9, September 2025   |   ✍️ Ahmad Royani, S.H.I

KH Abbas Buntet: Ulama Multidisiplin dan Pejuang 10 November

NU MEDIA JATI AGUNG, – Banyak orang menyebut KH Abbas Abdul Jamil Buntet Pesantren sebagai ulama sakti mandraguna. Kisah lisan menggambarkan peran heroiknya saat menumpas Sekutu di Surabaya pada Perang 10 November 1945.

Sebagian orang mengatakan KH Abbas melempar sorban, tasbih, atau bahkan kacang hijau hingga mampu menjatuhkan pesawat tempur yang hendak membombardir Kota Pahlawan. Cerita lain menyebut KH Abbas melempar alu-alu penumbuk padi, lalu benda itu beterbangan berkat doa yang beliau panjatkan. Orang mungkin berbeda pendapat tentang kisah tersebut, tetapi semua kiai dan warga Nahdliyin meyakini bahwa KH Abbas berhasil menjatuhkan pesawat tempur Sekutu.

Karena keberanian itu, KH Hasyim Asy’ari menanti kehadiran KH Abbas sebagai pemimpin perang besar. Sejak saat itu, orang-orang mengenalnya sebagai Singa Jawa Barat.

Keahlian Bela Diri yang Melegenda

Selain dikenal sakti, KH Abbas juga mahir bela diri. H Ahmad Zaeni Hasan pernah menceritakan sebuah peristiwa penodongan. Saat sebilah pisau nyaris melukai lehernya, KH Abbas tetap tenang sambil memegang Al-Qur’an. Dengan gerakan cepat, beliau justru berhasil menjatuhkan preman itu.

Kegiatan bela diri menyita banyak waktu beliau. Dari kamar KH Abbas, sering terdengar hentakan kaki dan benturan tubuh. Rupanya, beliau sedang menguji tamu yang datang khusus untuk belajar ilmu kanuragan.

Ulama Fiqih dan Ahli Tafsir

Menguasai Perbandingan Mazhab

Di balik ketegasannya, KH Abbas menguasai berbagai bidang ilmu agama. Keahliannya dalam perbandingan mazhab fiqih sangat luas. KH Ibrahim Hosen mengaku, dorongan untuk belajar perbandingan mazhab di Universitas Al-Azhar muncul berkat KH Abbas.

“Fiqih itu luas. Jangan terpaku pada satu mazhab saja,” ujar KH Abbas kepada KH Ibrahim Hosen.

Selain itu, KH Abbas juga pernah mengajarkan tafsir al-Jawahir karya Syekh Tantawi Jawhari, Tafsir Fakhrurrozi, hingga Jam’ul Jawami’. Menariknya, sebelum mengajar kitab terakhir, beliau meminta waktu untuk mempelajari terlebih dahulu, lalu mengajarkannya dengan lancar.

Pandangan tentang Hakim Perempuan

Dalam suatu perdebatan, KH Mahrus Ali Lirboyo berselisih dengan KH Ibrahim Hosen soal kebolehan perempuan menjadi hakim. KH Ibrahim menegaskan kebolehannya, sedangkan KH Mahrus menolak. Setelah mengetahui bahwa KH Ibrahim merupakan murid khusus KH Abbas, KH Mahrus langsung menyetujui pendapat tersebut.

“Diskusi tidak perlu dilanjutkan. Saya setuju perempuan boleh menjadi hakim,” kata KH Mahrus.

Rihlah Ilmiah dan Sanad Keilmuan

KH Abbas menjalani perjalanan panjang mencari ilmu. Beliau berguru dari satu pesantren di Jawa hingga ke Tanah Suci Makkah. Di sana, beliau belajar langsung pada ulama besar, termasuk Syekh Mahfudz Termas.

Syekh Yasin al-Fadani bahkan menyebut KH Abbas sebagai ulama hasil didikan tangan dingin Syekh Mahfudz. Namun, perannya sebagai pemimpin Buntet Pesantren membuatnya jarang mengajar secara umum. Tugas mengajar banyak diemban oleh adik-adiknya, seperti KH Anas, KH Ilyas, dan KH Akyas.

Mursyid Tarekat Syatariyah

KH Abbas juga dikenal sebagai mursyid tarekat. Beliau mendapat sanad Syatariyah dari ayahnya, KH Abdul Jamil. Jalur ini bersambung hingga Rasulullah saw. Selain itu, KH Abbas juga pernah dikaitkan dengan Tarekat Tijaniyah. Hal ini terlihat dalam ijazah pengangkatan KH Muslih Jepara.

KH Ade Nasihul Umam, cicit KH Abbas, bahkan menyimpan bukti tertulis pengangkatan tersebut yang diwarisi dari KH Abdullah Abbas.

Ahli Qiraat dan Tawadhu

Selain ahli fiqih, KH Abbas juga mengajar qiraat. Beliau pernah mengajarkan Matan Asy-Syatibiyah kepada KH Tb Sholeh Ma’mun dan KH Tb Manshur Ma’mun dari Banten. Kedua ulama ini kemudian menjadi pendiri JQHNU bersama KH Abdul Wahid Hasyim.

Yang mengejutkan, KH Abbas justru mengambil sanad Al-Qur’an dari muridnya, KH Tb Sholeh Ma’mun. Sikap ini menunjukkan ketawadhuan beliau sebagai ulama besar.